Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berdiskusi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan terkait pembahasan upaya memperkuat Partai Politik sebagai bagian dari Pencegahan Korupsi.

Setelah melakukan Kajian UU Parpol dengan sejumlah rekomendasi penyempurnaan, KPK dan Pusat Penelitian Politik LIPI berharap pada tahun ini dapat mengusulkan agar elemen-elemen Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) dapat menjadi bagian dari Penyempurnaan Undang-Undang Partai Politik ke depan.

Oleh karena itu, KPK dan LIPI perlu melakukan diskusi dengan setidaknya lima instansi terkait seperti, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian PPN/Bappenas, serta DPR-RI sebagai lembaga negara kunci dalam proses perbaikan UU Parpol.

Di Kemendagri, pertemuan dengan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri memfokuskan pada aspek substansi penyempurnaan UU Parpol dan evaluasi efektivitas bantuan keuangan oleh negara pada Parpol tahun 2018. Dari KPK hadir Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI), Sujanarto dan Tim Satgas Politik Dikyanmas KPK.

Dalam kesempatan itu, Sujanarko menegaskan bahwa KPK menaruh perhatian kepada sektor politik karena sebagian besar dari pelaku kasus korupsi itu berlatar belakang politisi. Karena penyemprunaan UU tentang Partai Politik menjadi salah satu upaya dalam perbaikan dan pencegahan korupsi di sektor politik.

Sujanarko menyebutkan, beberapa usulan penyempurnaan Undang-Undang tentang Partai Politik antara lain, “Terkait demokrasi internal, definisi partai politik, dan hal lainnya,” kata Sujanarko, pada Selasa (21/5) di Gedung F, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.

Sementara itu, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Soedarmo mengatakan, dari beberapa undang-undang tentang perpolitikan, memang Undang-Undang tentang Partai Politik yang belum direvisi sejak tahun 2011. Undang-undang mengenai pemilihan umum termasuk yang sudah diubah.

“Ada beberapa ide juga untuk menjadi undang-undang tentang perpolitikan menjadi satu, digabung undang-undang mengenai partai politik dengan undang-undang pemilihan umum,” katanya.

Karena itu, ia berharap mendapat masukan dari berbagai pihak, baik dari penggiat politik, pakar dan akademisi, agar undang-undang ini bisa menjadi lebih sempurna.

“Masukan dari KPK dapat menjadi pertimbangan untuk revisi,” katanya

Di Kementerian Keuangan, pertemuan dilakukan dengan Dirjen Anggaran untuk membahas sejumlah hal, khususnya keberlanjutan pendanaan partai politik, termasuk sisi akuntabilitas penggunaan dan keterbukaan pada publik. Dari KPK akan dihadiri oleh Direktur Litbang, Wawan Wardiana dan Tim Satgas Politik dari Direktorat Dikyanmas KPK.

Dalam kesempaan itu, Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengakui bahwa saat pemerintah menaikkan bantuan parpol dari Rp100 per suara menjadi Rp1.000/suara, dilandasi dari hasil kajian KPK. Namun ke depannya, Ditjen Anggaran berharap bisa melihat hasil review-nya, bagaimana selama ini bantuan itu.

“Tentu mengeluarkan uang harus ada manfaat dari uang itu,” katanya.

Sementara itu, Direktur Litbang KPK Wawan Wardiana mengatakan, upaya ini merupakan ikhtiar yang terus menerus KPK lakukan dalam pencegahan korupsi di sektor politik. “Karena kami meyakini, kita tidak boleh membiarkan ratusan politisi di DPR, DPD, DPRD dan Kepala Daerah terus menerus jatuh dalam perangkap korupsi. Sehingga, dibutuhkan upaya serius melakukan pembenahan di sektor politik,” katanya.

Sebagaimana diketahui, KPK bersama LIPI sejak tahun 2016 hingga 2018 telah melakukan inisiasi perbaikan partai politik yang menghasilkan sebuah rekomendasi agar partai politik mengimplementasikan dengan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) yang terdiri dari kode etik, sistem rekrutmen, kaderisasi, pendanaan dan demokrasi internal.

(Humas)

Top