Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar acara Kajian Ramadhan dan Konsolidasi Pemangku Kepentingan Antikorupsi di Gedung Merah Putih KPK, pada Jumat (17/5).

Dalam kesempatan itu, diikuti lebih dari 40 lembaga negara yang bersinergi dalam ikhtiar antikorupsi, antara lain Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Konstitusi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman, Badan Nasional Narkotika (BNN), dan lainnya.

Ketua KPK Agus Rahardjo dalam sambutannya mengucapkan terima kasih dan apresiasi dalam ikhtiar aparat penegak hukum, kementerian dan lembaga, serta pemangku kepentingan lainnya yang secara proaktif kerja keras membangun budaya antikorupsi dan integritas bangsa.

“Melalui proses kerja berintegritas di instansinya masing-masing, dan dalam melaksanakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi,” katanya.

Selain Agus Rahardjo, kegiatan itu juga dihadiri oleh tiga Pimpinan KPK lainnya, yakni Alexander Marwata, Basaria Panjaitan dan Laode M. Syarif, serta pimpinan lembaga negara, seperti Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, Ketua MK Anwar Usman, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, Ketua Ombudsman Amzulian Rifai, Kepala BNN Heru Winarko, Ketua LKPP Roni Dwi Susanto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy, JAM Pidsus Adi Toegarisman, dan Kabareskrim Mabes Polri Idham Azis.

Dalam kesempatan diskusi, Ketua MA Sunarto mengatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum. Perlu setidaknya, tambahan pendekatan, misalnya kultural, agar persoalan korupsi yang kompleks bisa diatasi.

“Tidak hanya bisa didekati dengan hukum, (kalau begitu) kita hanya mengikis gunng es di atasnya saja. Harus dengan pendekatan kultural,” katanya.

Mendikbud Muhajir Effendy mengamini, bahwa pendekatan yang digunakan dalam pencegahan korupsi, memang cenderung memakan proses yang cukup panjang. Muhajri menganalogikan proses menanam pohon jati dan pohon sengon. Untuk memanen kayu jati dengan kualitas bagus, tentu proses penanaman jati berbeda dengan pohon sengon yang jauh lebih cepat.

“Tapi, hasilnya bisa sangat baik. Karena itu proses pencegahan korupsi melalui pendidikan memakan waktu yang panjang. Semoga kita bisa menanam generasi yang baru yang lebih bersih,” katanya.

Dalam kesempatan itu, KPK juga meluncurkan Laporan Tahunan 2018. Secara simbolik, Ketua KPK Agus Rahardjo memberikan laporan tersebut kepada pimpinan lembaga negara, antara lain Wakil Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MA Bid Non Yudisial Sunarto, Mendikbud Muhajir Effendy, Jampidsus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, Kepala PPATK Ki Agus Badarudin, Ketua LKPP Roni Dwi Santoso dan Wakil Ketua LPSK Achmadi.

Pada akhir acara, pesan Ramadhan disampaikan Ustadz Syamsul Maarif, yang menekankan pentingnya menjadi orang yang melakukan perbaikan (mushlih).

“Nah anda sebagai penegak hukum adalah yang melakukan perbaikan. Sebab tidak cukup menjadi baik saja,” katanya.

Lebih jauh dijelaskan, perbedaan antara orang yang baik (shalih) dengan orang yang melakukan perbaikan (mushlih). Orang shalih, kata Syamsul, hanya menghasilkan kebaikan bagi dirinya saja, sedangkan orang mushlih, akan memberikan kebaikan, tidak hanya untuk dirinya, tapi untuk kepentingan masyarakt yang lebih besar.

“Nah, bapak-bapak itu mushlih, menghasilkan kebaikan untuk kepentingan masyarakat,” katanya.

Namun, untuk menjadi mushlih, Syamsul mengingatkan, akan banyak cobaan dan tantangan yang berat. Ia mencontohkan kisah Nabi Muhammad saw, yang sebelum mendapat tigas kenabian, adalah orang shalih yang dicintai banyak orang.

Namun, begitu mendapat tugas sebagai nabi, beliau memiliki tugas melakukan perbaikan yang fundamental, yang lantas mendapatkan tantangan dan perlawanan dari masyarakat Makkah kala itu. Dikaitkan dengan KPK saat ini, kata Syamsul, yang memiliki kesamaan dengan orang mushlih yang bertugas melakukan perbaikan dan memerangi korupsi.

“Orang mushlih, dibenci oleh banyak orang. Itu kenapa KPK mau dibubarkan. Meski begitu, ingatlah bahwa satu orang yang melakukan perbaikan, lebih dicintai Allah dari ribuan orang shalih.”

(Humas)

Top