Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menghadiri audiensi dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) guna membahas laporan evaluasi kinerja KPK periode 2019-2024, yang digelar di Sapphire Room, Artotel Suites Mangkuluhur, Jakarta, Jumat (6/9).

Alex menyampaikan, KPK sangat terbuka dengan masukan dari berbagai kelompok masyarakat terlebih dari ICW dan PSHK, yang selama ini selalu memberikan saran dan kritik untuk perbaikan kinerja KPK.

“Tentunya evaluasi kinerja ini akan menjadi masukkan bagi panitia seleksi (pansel) Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2024-2029, supaya pansel tau apa yang dibutuhkan oleh KPK,” ucapnya.

Dari evaluasi kinerja tersebut, ICW memaparkan laporan penilaian atas kinerja KPK periode 2019-2024 yang dipengaruhi Revisi Undang-Undang KPK, diantaranya: kewenangan penerbitan Surat perintah Penghentian Penyidikan (SP3), independensi pegawai, posisi dan kewenangan Dewas KPK hingga kualitas penindakan yang menurun.

Terkait dengan kinerja dari penindakan, lanjut Alex, KPK memiliki statistik jumlah perkara yang sudah ditangani sejak KPK berdiri. Dia mengatakan, “Tidak terlalu buruk dibandingkan dengan periode sebelumnya, saya pikir 11-12 dari sisi kuantitas jumlah tidak beda jauh. Bahkan dalam kondisi Covid-19 kemarin dimana pekerja KPK hanya bekerja maksimal 50 persen tapi kinerjanya 80-90 persen dari target.”

Di samping itu, ICW dan PSHK mengapresiasi inisiatif KPK dalam membangun pendidikan antikorupsi di institusi pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Selama rentang lima tahun terakhir, KPK berhasil mendorong penerapan kurikulum pendidikan antikorupsi di lebih dari 100.000 sekolah dan perguruan tinggi.

“Namun perlu diwanti-wanti, sampai saat ini belum ditemukan hasil monitoring dari implementasi pendidikan antikorupsi yang sudah berjalan,” papar Peneliti ICW Diky Anandya.

Sebagai anak kandung reformasi dan tempat tumpuan harapan masyarakat dalam memberantas korupsi, urgensi memperkuat KPK menjadi krusial untuk dilakukan. Oleh karenanya, ICW dan PSHK memberikan rekomendasi terkait penguatan tata kelola kelembagaan yang harus segera dilakukan, hingga perbaikan sektor pencegahan agar KPK bisa terus membenahi potensi korupsi yang selama ini tampak.

“Secara kelembagaan perlu menonjolkan peran terhadap upaya pencegahan terhadap sektor-sektor yang memiliki risiko tinggi terjadi korupsi, misalnya korupsi sektor politik dan sumber daya alam,” jelas Diky.

Diky menambahkan, KPK juga perlu mempertimbangkan kembali strategi pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dan pendidikan antikorupsi.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Antikorupsi United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) Putri Wijayanti menyebut KPK harus punya dasar hukum yang pasti. Selain itu, penunjukkan pimpinan harus melalui proses yang memastikan bahwa pimpinan yang terpilih memiliki integritas, kompetensi, dan imparsial atau netral.

“Kemudian ada mekanisme atau adopsi mengenai standar etika, karena lembaga antikorupsi akan menjadi penjuru bagi lembaga lainnya yang memang sedang dibantu untuk berubah ke arah yang lebih baik,” terang Putri.

Menurutnya, lembaga antikorupsi juga harus didukung dengan sumber daya yang cukup baik, serta ada mekanisme atau public communication dan engagement untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas di lembaga tersebut.

Maka dari itu, melalui kegiatan ini sebagai bentuk dorongan untuk meningkatkan kinerja insan KPK pada kepemimpinan selanjutnya, yang tentunya dapat membawa dampak positif dan berkelanjutan mengenai pemberantasan korupsi.

Top