Praktik tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa jadi disebabkan oleh prinsip Good Corporate Governance yang belum terimplementasikan dengan baik. Diperlukan pemahaman untuk meningkatkan kesadaran dan budaya risiko sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance.

Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyampaikan, perilaku koruptif yang berkaitan dengan sektor BUMN yakni uang yang seharusnya diberikan untuk kepentingan publik, tapi justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

“Kalau korupsi suap saya kira di BUMN jarang, pemerasan tidak mungkin, kadang ada juga sedikit gratifikasi, karena ini dunia bisnis tidak mungkin ada deal suap, tidak mungkin ada pemerasan, tapi tip-nya BUMN agak gede, biasanya ke vendor-vendor,” ucap Ghufron pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penerapan Good Corporate Governance dalam Proses Aksi Korporasi BUMN sebagai Upaya Memitigasi Potensi Korupsi, di Gedung Kementerian BUMN Jakarta, Selasa, (30/7).

Ghufron menambahkan, risiko tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi di BUMN yaitu memperkaya atau menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi dan melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan.

“Kalau melampaui wewenang misalnya bapak/ibu punya area tapi melakukan aksi bisnis di luar wilayah,” jelas Ghufron.

Selain itu, benturan kepentingan, lanjut Ghufron, dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari nepotisme hingga kolusi dengan pihak eksternal. Menurutnya, salah satu hal yang perlu ditanam lebih dalam lagi bagi tatanan BUMN adalah menghindari benturan kepentingan atau conflict of interest (CoI).

“Budaya kita masih belum bisa menghindari benturan kepentingan, terkadang penentuan keputusan tidak objektif atau tidak adil karena urusan pertemanan. Itu yang perlu ditanamkan untuk memastikan bahwa di dalam penentuan itu tidak ada conflict of interest,” tuturnya.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo serta Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Robertus Billitea berharap, agar dari kegiatan ini KPK dapat membimbing dalam konteks pencegahan korupsi agar dapat dimitigasi bersama-sama.

“Perjalanan kami dalam membangun tata kelola memang terus diperkuat dan terus belajar dari KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, dari kasus-kasus yang ada kami merefleksikan bagaimana kami mengelola aksi-aksi korporasi yang kami lakukan,” pungkas Robertus.

Ghufron kembali menegaskan agar para jajaran BUMN selalu beritikad baik dalam berusaha menyempurnakan dan memitigasi risiko. Namun, perlu dipahami di mata orang-orang yang tidak beritikad baik, meskipun aturannya sudah dibuat pasti mereka akan mencari cara untuk menyiasatinya.

“Ingatlah bagaimana saya sudah wanti-wanti tadi, yang diaudit oleh SPI, oleh auditor, oleh BPK, BPKP itu hanya administrasi. Tapi KPK, Kepolisian, Kejaksaan bisa kemudian lebih dalam, karena di balik dokumen itu bisa jadi dokumennya mentereng, mulus, tapi sesungguhnya di dalam ada itikad tidak baik, dokumen jejak digital tidak mudah dihapus, elektronik akan membekas, bisa dipanggil kapanpun,” tutup Ghufron

Top