Implementasi pelayanan pertanahan saat ini dihadapkan dengan sejumlah tantangan, yang berpotensi menimbulkan sengketa dan konflik, bahkan dapat memicu munculnya tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron dalam Rapat Teknis (Rakernis) Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (29/5).

“Tanah bukan hanya sekadar unsur ekonomi, namun perlu diurus secara komprehensif sehingga membuat kebermanfaatan bagi masyarakat secara luas. Sebaliknya, jika permasalahan dibiarkan begitu saja, maka timbul potensi korupsi yang merugikan hajat orang banyak,” ujar Ghufron.

Di hadapan 340 peserta Rakernis, Ghufron menyampaikan 4 poin utama terkait tata kelola sistem pelayanan pertanahan yang rawan akan praktik korupsi, di antaranya; ketidakpastian syarat, prosedur dan biaya; ketidakmudahan dan sistem yang tak sederhana; tidak efisien dan efektifnya sistem; serta tidak adanya sarana pengaduan.

“Perbaikan sistem tata kelola dapat dimulai dari penguatan internalisasi pondasi lembaga dalam menjauhi perilaku koruptif. Sehingga seluruh Insan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki visi dan misi sama dalam memberi pelayanan optimal kepada masyarakat,” tegas Ghufron.

Di sisi lain,Layanan Aduan Masyarakat (Dumas) KPK dalam kurun tahun 2020-2022 menerima 207 aduan terkait pelayanan sertifikat, hak tanggungan, dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

“Kemudian dalam 4 tahun terakhir, Direktorat Monitoring KPK memotret 31.228 kasus dimana 37% merupakan sengketa, 2,7% konflik, dan 60% berupa perkara terkait pertanahan. Selain itu juga ditemukan 244 kasus perihal mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021,” tandas Ghufron.

Pada akhir pemaparan, Ghufron juga mengingatkan pada seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai mitra dari Kementerian ATR/BPN dalam menangani kasus pertanahan. “Dalam penanganan perkara, secara yuridis harus diketahui betul bagaimana unsur delik hukumnya, sehingga tidak ada kekeliruan dalam putusan,” terangnya.

Sementara itu, Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono menegaskan mafia tanah merupakan momok bagi masyarakat. Oleh karena itu, ia berharap jajarannya dapat meningkatkan kapasitas dan menjaga integritas dalam bertugas melayani masyarakat.

“Kapasitas tanpa integritas akan sangat sia-sia, sementara integritas tanpa peningkatan kapasitas tidak membuat kita lebih maju,” pungkasnya.

Turut hadir pejabat dari sejumlah APH, di antaranya Agus Sahat (Kejaksaan Agung), Wahyu Widada (Bareskrim Polri), dan Albertus Usada (Mahkamah Agung) sebagai narasumber pada kegiatan Rakernis tersebut.

Top