Upaya pencegahan korupsi di sektor swasta menjadi hal mendesak yang perlu dilakukan. Berdasarkan statistik penanganan tindak pidana korupsi (TPK) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak 2004 hingga Oktober 2023, pelaku korupsi terbanyak adalah dari dunia usaha/swasta.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam Diskusi Publik Komite Advokasi Daerah: Posisi, Peran, dan Aksi Kolektif dalam Pencegahan Korupsi, yang digelar di Istora Senayan Jakarta, Selasa (12/12).

“Tadi dalam sambutan Pak Presiden bilang prihatin betapa banyak pejabat kita yang berperkara. Dan kalau kita lihat statistik ini ada 417 orang dari sektor swasta hanya dari KPK saja, belum melibatkan perkara yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan,” ujar Alex.

Berkaca dari perkara korupsi di daerah, sebesar 90 persen kasus korupsi terkait dengan perkara pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu, Alex menambahkan, Komite Advokasi Daerah (KAD) bertugas untuk mempertemukan regulator dengan pelaku dunia usaha.

“Persoalan-persoalan yang dihadapi teman-teman usaha dikomunikasikan di sana. Kalau ada regulasi yang tidak jelas sampaikan ke KAD supaya ada perbaikan. Ada perizinan-perizinan yang masih dimanfaatkan penyelenggara negara untuk meminta keuntungan, ya, komunikasikanlah ke KAD. KAD nanti yang akan menghimpun semua keluhan dari teman-teman dan mengkomunikasikannya dengan aparat birokrat,” jelas Alex.

Dalam forum diskusi yang sama, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menyampaikan KPK sangat serius membantu para pelaku usaha agar tidak lagi terbentur dengan regulasi yang korup.

Lanjut Pahala, KPK berharap KAD dapat membicarakan hal yang substantif. “Dari banyak pertemuan KAD, menurut saya, Bapak/Ibu sekalian mungkin kurang lepas, jadi apa sebenarnya hambatan bisnisnya?” tanya Pahala.

Sebagai informasi, Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK yang merupakan bagian dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring mempunyai peran melakukan pemetaan titik rawan korupsi, hingga penggalian isu yang berindikasi tindak pidana korupsi serta mendorong solusi perbaikannya.

Direktorat AKBU juga melakukan diseminasi panduan pencegahan korupsi dunia usaha. Atas dasar peran tersebut terdapat pembangunan integritas bisnis 6 sektor prioritas sektor industri yaitu Kesehatan, Infrastruktur, Pangan, Kehutanan, Migas, dan Jasa Keuangan, yang dituangkan dalam program Komite Advokasi Nasional 6 sektor prioritas dan KAD di 34 provinsi.

Isu yang Mengemuka dalam Diskusi KAD

Pada diskusi publik ini ditampilkan tiga KAD yang mewakili KAD 34 Provinsi yaitu KAD Jawa Timur, KAD Jambi, dan KAD Bali. Di forum KAD Jawa Timur, terdapat beberapa isu atau kendala dalam berusaha yang berindikasi bisa menimbulkan potensi tindak pidana korupsi. Sejumlah isu tersebut akan menjadi fokus mediasi solutif oleh KAD Jawa Timur.

Pada KAD Bali, terdapat dua isu kendala berusaha yang berindikasi tindak pidana korupsi yang kemudian menjadi target penyelesaian, yaitu Kontribusi kepada Desa Adat yang disebut sebagai pungutan/dudukan, dan adanya biaya tidak resmi yang diminta kepada para pelaku usaha dalam pengurusan pemecahan sertifikat oleh beberapa Kantor Pertanahan di Provinsi Bali.

Sedangkan di KAD Jambi, dua isu kendala berusaha yang berindikasi korupsi yakni adanya permintaan biaya tidak resmi dalam pengurusan Surat keputusan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), yang dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi, serta adanya potensi korupsi pada pengurusan Sertifikat Keterangan Asal / Certificate of Origin (SKA/CoO).

Menutup sambutannya, Alex berharap seluruh KAD semakin paham akan peran dan besarnya kontribusi KAD sebagai forum dialog untuk pencegahan korupsi yang dapat mendorong kepastian dan kemudahan perusahaan sesuai dengan ketentuan hukum.

“KPK berharap Peran aktif dari teman-teman pelaku usaha bersama-sama dengan KPK menjaga iklim investasi di daerah menjadi semakin baik dan tentu saja kami juga berharap Bapak/Ibu ikut menjaga aparat birokrat terbebas dari tindak pidana korupsi,” pungkasnya

Top