Perempuan memegang peranan penting dalam pemberantasan korupsi. Dengan setengah dari total populasi masyarakat Indonesia (di angka 49,8%), perempuan dapat menjadi penggerak utama untuk mendorong perubahan ke arah lebih baik.

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak dalam acara Seminar Nasional Perempuan Anti Korupsi 2023 dengan tema “Peran Perempuan dalam Pemberantasan Korupsi” di Ruang Kenanga, Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12). Kegiatan ini dilangsungkan sebagai rangkaian peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia) 2023 yang diselenggarakan KPK.

“Korupsi artinya sesuatu hal yang busuk, tidak bagus, dan perbuatan tercela. Untuk itu, perlu peran serta semua lapisan masyarakat dalam pemberantasannya, termasuk perempuan. Perempuan di sini memiliki peran sentral melalui tindakan pencegahan,” ucap Tanak.

Untuk mencegah korupsi, tiga peran domestik perempuan yang bisa dijalankan dalam pemberantasan korupsi, yakni sebagai pendamping (istri), sebagai ibu, serta peran sebagai bagian dari masyarakat. Sebagai pendamping, perempuan harus mampu menjadi benteng suami untuk tidak mendekati perilaku koruptif.

“Sebagai seorang ibu, perempuan diharapkan mampu mendidik anak-anak supaya tumbuh dengan nilai integritas dan pribadi antikorupsi. Nilai seperti jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras inilah yang harus diturunkan ke anak cucu kita. Sehingga, ketika memasuki tahun emas 2045, kita bisa merdeka dari tindak pidana korupsi,” jelas Tanak.

Terakhir, sebagai bagian dari masyarakat, perempuan bisa aktif menyuarakan perilaku antikorupsi di Indonesia. Dengan demikian, lanjut Tanak, cita-cita dan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni adil, makmur, dan sejahtera, bisa diwujudkan.

Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi menjelaskan hal yang sama. Menurutnya, perempuan adalah kekuatan Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Perempuan mampu memberi pengaruh positif kepada pasangan untuk menjauhi perilaku korupsi.

Meski begitu, faktanya, tindak pidana korupsi tidak mengenal gender. Data menunjukkan, sejak 2004-2023, KPK telah memproses hukum sebanyak 1.648 tersangka dengan 141 orang (11%) diantaranya adalah perempuan. Modus suap dan gratifikasi juga sudah merambah dan melibatkan keluarga, istri-suami, suami-anak, atau istri-anak.

“KPK melakukan survei terhadap pasangan suami-istri, hanya 4% yang menanamkan nilai kejujuran pada anak. Namun, melihat jumlah perempuan di Indonesia, kami bisa optimis. Asalkan perempuan mau bangkit melawan korupsi. Makanya, inilah mengapa peran perempuan dalam pemberantasan korupsi sangat penting,” tutur Kumbul.

Untuk itu, KPK tidak pernah berhenti memberikan edukasi dan pendidikan antikorupsi pada istri-istri penyelenggara negara hingga penyelenggara negara perempuan yang bertugas. Harapannya, perilaku antikorupsi bisa dijalankan dan tertanam dari level terkecil, yakni keluarga.

“Perjuangan bersama ini akan memberikan dampak besar terhadap kesejahteraan masyarakat dan negara,” jelas Kumbul.

Top