Pemberantasan korupsi tak akan tuntas jika hanya mengandalkan penindakan atau penegakan hukum semata, karenanya dibutuhkan strategi lainnya berupa pencegahan dan pendidikan. Lebih ideal lagi, seluruh strategi tersebut diimplementasikan dengan pelibatan berbagai pihak termasuk masyarakat, hingga di lingkup pemerintahan terkecil seperti desa.

Hal ini dikemukakan Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kumbul Kuswidjanto Sudjadi dalam kegiatan Workshop Pembentukan Percontohan Desa Antikorupsi Tahun 2023, Senin (13/3). Kumbul menyampaikan, kegiatan pendidikan antikorupsi penting dilakukan untuk membangun dan mengingatkan pentingnya integritas, yang salah satunya dilakukan KPK melalui program Desa Antikorupsi.

“Saat ini korupsi sudah membudaya. Oleh karenanya melalui program Desa Antikorupsi kita membangun dan mengubah kebiasaan. Kita ubah menjadi budaya antikorupsi,” ujar Kumbul dalam sambutannya di Pendopo Gubernur Banten KP3B.

Kumbul juga menyampaikan, fokus pencegahan di area desa merupakan suatu strategi yang memiliki dasar sebagaimana diatur pada UU 6 tahun 2014 tentang Desa. Lebih lanjut diharapkan dengan adanya pembangunan di desa, pertumbuhan ekonomi dapat merangkak naik, dan kualitas pendidikan masyarakat desa juga meningkat sesuai perencanaan desa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

“Desa itu ujung tombak Indonesia. Ke depan diharapkan dimulai dari desa yang berbudaya anti korupsi dapat dilanjutkan hingga ke kecamatan, kota, bahkan provinsi,” pesan Kumbul di hadapan para Kepala Desa se-Provinsi Banten.

Dalam kegiatan ini, Rino Haruno selaku Fungsional Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat juga memaparkan materi terkait urgensi penanganan korupsi di desa. Tahun 2015-2022 tercatat 851 kasus yang ditangani KPK, dengan 973 pelaku dan di antaranya adalah kepala desa serta perangkatnya.

Modus korupsi di desa sendiri ada beragam, seperti penggembungan anggaran (markup), proyek fiktif, laporan fiktif, penggelapan dana, dan penyalahgunaan anggaran. “Biasanya yang terjadi adalah suap, pemerasan dan gratifikasi,” jelas Rino.

Untuk mencegahnya, peran kepala desa dan aparatur desa menjadi sangat strategis. Yang tak kalah pentingnya adalah partisipasi masyarakat desa untuk dapat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi, melalui penguatan di sejumlah parameter tata kelola desa.

Penjabat (Pj) Gubernur Al Muktabar mengapresiasi program Desa Antikorupsi KPK, dan berharap agar program ini dapat dijadikan pedoman bagi seluruh desa di Banten bahkan di Indonesia.

“Kunci dari upaya pencegahan korupsi adalah integritas. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memupuk nilai integritas,” ujar Al Muktabar.

Program Desa Antikorupsi sendiri pertama kali diluncurkan pada tanggal 1 Desember 2021 bertempat di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2022, KPK melanjutkan pembentukan percontohan desa antikorupsi pada 10 desa di 10 Provinsi, yaitu Desa Kamang Hilia Provinsi Sumbar, Desa Hanura Provinsi Lampung, Desa Cibiru Wetan Provinsi Jabar, Desa Banyubiru Provinsi Jawa Tengah, Desa Sukojati Provinsi Jawa Timur, Desa Mungguk Provinsi Kalimantan Barat, Desa Pakatto Provinsi Sulawesi Selatan, Desa Kumbang Provinsi NTB, Desa Detusoko Barat Provinsi NTT dan Desa Kutuh Provinsi Bali. Di tahun 2023 sendiri akan ditargetkan 22 provinsi untuk dibentuk menjadi Desa Antikorupsi.

Sebagai upaya untuk mendukung implementasi Desa Antikorupsi, KPK menentukan beberapa indikator. Indikator tersebut antara lain penguatan tata laksana, penguatan pengawasan, penguatan kualitas pelayanan publik, penguatan partisipasi masyarakat, dan penguatan kearifan lokal. Secara lengkap mekanisme penilaian ini dapat dibaca dalam Buku Panduan Desa Antikorupsi melalui tautan berikut: https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/sosial-budaya/buku/buku-panduan-desa-antikorupsi

Top