Rapat Koordinasi dengan LKPP, KPK Sampaikan Empat Rekomendasi Perbaikan Pengadaan Barang/Jasa
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menyampaikan empat rekomendasi perbaikan pengadaan barang/jasa dalam rapat koordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/01).
“Dari sejumlah masalah yang saya temukan, saya melihat perlunya ada beberapa perbaikan yang harus diupayakan bersama. Pertama perbaikan sistem e-Katalog, verifikasi yang ketat atas legalitas hukum dan harga barang, percepatan sumber daya; dan pendampingan hukum oleh APH,” papar Setyo.
Setyo kemudian menuturkan, ia pernah mendapati perusahaan penyedia pengadaan tak berizin usaha, bisa mengikuti pengadaan barang/jasa pada sistem e-Katalog. “Bisa ada perusahaan yang mendapatkan pengadaan dari kementerian, tapi setelah diverifikasi, perusahaan tersebut tidak memiliki izin usaha. Oleh karenanya, verifikasi atas legalitas hukum dan harga barang di e-Katalog perlu diperketat, agar hal ini tidak terjadi pada sistem baru e-Katalog,” pesan Setyo.
Sebelumnya, Setyo juga menyoroti beberapa permasalahan dalam sistem e-Katalog LKPP selama ini. Di antaranya adalah harga di katalog LKPP yang tidak berbeda jauh dengan _e-commerce_ yang ada di masyarakat, banyak produk yang tidak dibutuhkan pemerintah, harga yang tidak bersaing, verifikasi legalitas perusahaan membutuhkan waktu lama, serta adanya kontrak antara LKPP dan penyedia yang menyebabkan LKPP menjadi terperiksa dalam kasus hukum.
Perbaikan e-Katalog Terus Dilakukan
Sementara itu, Ketua LKPP, Hendrar Prihadi, memaparkan upaya perbaikan e-Katalog terus dilakukan untuk memaksimalkan efisiensi dalam proses transaksi. Salah satunya dengan mengamati penyimpangan yang dilakukan penyedia selama tiga tahun terakhir.
“Umumnya, ada empat hal yang sering dipakai penyedia jasa untuk mengelabui sistem dan _user_. Pertama harga tidak wajar, informasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tidak sesuai, ketidaksesuaian kategori, dan terdapat barang produk dalam negeri (PDN) sebagai substitusi,” jelas Hendrar.
Pada 2024, data LKPP mencatat 52.150 produk yang dibekukan atau turun tayang dari e-Katalog karena penyimpangan yang dilakukan penyedia. Jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan 10,7 juta produk yang terdapat di e-Katalog. Karenanya, LKPP memandang perlunya tambahan teknologi agar proses kurasi untuk harga maupun persyaratan bisa berjalan lebih cepat.
Untuk itu, LKPP melakukan pembaruan sistem e-Katalog versi 6, dengan menggandeng PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk melalui unit GovTech Procurement. Versi terbaru ini memanfaatkan sistem artificial intelligence (AI), termasuk untuk kurasi baik harga maupun ketentuan perizinan yang akan tayang di katalog.
Selain penggunaan jadi lebih mudah dan responsif, e-Katalog versi 6 juga terintegrasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan bank daerah untuk proses pembayaran yang bisa dilakukan langsung lewat platform. Rencananya, versi ini mulai bisa digunakan sebelum 20 Maret 2025 mendatang.
*Cegah Korupsi Lewat e-Audit*
Upaya lainnya yang dilakukan LKPP adalah menjalankan rekomendasi Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) untuk pengembangan fitur e-Audit, guna mencegah risiko korupsi pengadaan barang dan jasa. Pada fitur E-Audit, proses pencegahan korupsi dimulai dari inspektorat di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
E-Audit merupakan aplikasi yang mengawasi potensi kecurangan pengadaan barang dan jasa pemerintah di situs katalog elektronik. Empat fokus pengawasannya adalah pembelian berulang dengan penyedia yang sama/terafiliasi, pembelian pada produk yang baru saja ditayangkan, proses kesepakatan/negosiasi yang relatif cepat atau instan, dan penaikan harga yang tidak wajar dalam transaksi.
“Alarm akan berbunyi saat pembelian berulang dengan perusahaan yang sama. Kemudian, inspektorat melakukan klarifikasi saat alarm itu berbunyi. Hanya saja, kami melihat fitur ini belum berjalan maksimal,” ungkap Hendrar.
Menanggapi hal ini, KPK akan menggandeng Kementerian Dalam Negeri untuk mewajibkan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) memanfaatkan fitur e-Audit. “Kita akan upayakan ini menjadi sebuah kewajiban dan dilaksanakan secepat mungkin,” kata Setyo.
Di akhir pertemuan, Setyo kembali menekankan perbaikan sistem e-Katalog sehingga bisa dimanfaatkan. “Ini semua untuk perbaikan pengadaan pemerintah, sesuai dengan arahan Presiden agar mengurangi pemborosan, penyimpangan, dan penyalahgunaan, sehingga nanti tidak lagi ada potensi-potensi kebocoran,” pungkas Setyo.
Rapat koordinasi antara KPK dengan LKPP ini juga dihadiri seluruh Wakil Ketua KPK, yaitu Agus Joko Pramono, Ibnu Basuki Widodo, Johanis Tanak, dan Fitroh Rohcahyanto, serta sejumlah pejabat struktural KPK, di antaranya Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring, Pahala Nainggolan, Deputi Koordinasi dan Supervisi, Didik Agung Wijanarko, Direktur Penyidikan, Asep Guntur Rahayu, serta jajaran Deputi LKPP.