Informasi resmi status dan penanganan perkara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Sidoarjo periode 2010-2015 dan periode 2016-2021, Saiful Ilah, sebagai Tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Sidoarjo, Jawa Timur. Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara penerimaan suap terkait pembangunan proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Sidoarjo, dimana KPK juga menetapkan Saiful Ilah sebagai Tersangka bersama Ibnu Gofur dan Totok Sumedi selaku pihak swasta. Saiful Ilah diduga menerima berbagai pemberian gratifikasi senilai Rp44 miliar dari kepala dinas, kepala desa, camat, hingga sejumlah pengusaha selama dirinya menjabat sebagai kepala daerah.
Kasus korupsi terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas tahun 2021 s/d 2023 menyeret nama Mulsunadi Gunawan, selaku Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati). Pada konstruksi perkaranya, Sejak tahun 2021 Basarnas melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan melalui layanan LPSE Basarnas. Pada tahun 2023, Basarnas membuka tender proyek diantaranya Pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 Miliar, Pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan kontrak senilai Rp17, 4 Miliar dan Pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multi Years 2023-2024) dengan nilai kontrak sebesar Rp89,9 Miliar.
Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait kerjasama pengangkutan batubara pada BUMD milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) bermula dari laporan masyarakat. Laporan tersebut dilengkapi dengan informasi maupun data adanya dugaan tindak pidana korupsi di BUMD Pemprov Sumsel, yaitu PT SMS (Sriwijaya Mandiri Sumsel). KPK merespon dan menindaklanjuti laporan tersebut dengan menaikkannya ke tahap penyelidikan hingga penyidikan. Kemudian dengan cukupnya alat bukti, KPK menetapkan dan mengumumkan Direktur Utama PT SMS (Sriwijaya Mandiri Sumsel) Perseroda periode 2019-2021, SM (Sarimuda) sebagai tersangka. Pada rentang waktu 2020 s.d 2021, atas perintah SM terjadi proses pengeluaran uang dari kas PT SMS Perseroda dengan membuat berbagai dokumen invoice (tagihan) fiktif. Pembayaran dari beberapa vendor tidak sepenuhnya dimasukkan ke dalam kas PT SMS Perseroda, namun dicairkan dan digunakan SM untuk keperluan pribadi. Dari setiap pencairan cheque bank yang bernilai Miliaran Rupiah, SM melalui orang kepercayaannya menyisihkan dengan besaran ratusan juta dalam bentuk tunai serta mentransfer ke rekening bank salah satu perusahaan milik anggota keluarganya yang tidak memiliki kerja sama bisnis dengan PT SMS Perseroda. Perbuatan Tersangka dimaksud, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp18 Miliar. Perbuatan SM tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tiga perkara tindak pidana korupsi menjerat Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti 2021-2024 MA (M Adil) Dia disangka atas pemotongan anggaran 2022-2023, menerima fee jasa travel umroh dan menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai upaya memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Perkara yang menjerat Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti M Adil turut menjerat Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti 2022-2023 FN (Fitria Nengsih) yang disangka pemberi fee jasa travel umroh kepada MA dan Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau MFA (M Fahmi Aressa) yang diduga menerima pemberian suap MA. MA ditetapkan sebagai tersangka penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu MA juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Pasal yang sama juga menjerat FN yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Sebagai penerima MFA ditetapkan sebagai tersangka penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024-2025. Kasus ini menyeret Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, yang telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK. Selain Sahbirin Noor, KPK turut menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka. Dalam tangkap tangan tersebut, KPK mengamankan sejumlah pihak serta uang tunai senilai kurang lebih Rp12 miliar dan mata uang asing USD500.
- dari 12