Lawan Korupsi demi Bumi yang Lestari, KPK Dorong Reformasi Tata Kelola Hutan di Kabupaten Tambrauw

Sektor kehutanan merupakan salah satu bidang yang rentan terhadap praktik korupsi. Berdasarkan kajian “Pemberantasan Korupsi di Sektor Kehutanan” yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama U4 Anti-Corruption Resource Center dan Internasional German (GIZ), lemahnya sistem pengawasan hutan telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp35 miliar per tahun serta berpotensi menghilangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Rp15,9 triliun per tahun.
Sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut, KPK terus mendorong penguatan tata kelola sektor kehutanan di Indonesia untuk memutus mata rantai perilaku korupsi, demi bumi yang lestari. Salah satu fokusnya adalah wilayah konservasi Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, yang sekitar 80 persen (dari 1,1 juta hektare) wilayahnya didominasi oleh kawasan hutan lindung.
Dalam diskusi multipihak bertajuk “Perbaikan Tata Kelola Kehutanan di Kabupaten Tambrauw” yang berlangsung secara hybrid pada Selasa (18/3), Wakil Kepala Satuan Tugas II Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Dion Hardika Sumarto, menegaskan, “Di sektor kehutanan, kerawanan korupsi sering terjadi pada tahapan perizinan, tata ruang kawasan hutan, serta dalam pengawasan dan penegakan hukum yang lemah.”
Hingga 2020, KPK telah menangani 688 kasus korupsi di sektor kehutanan, dengan rincian, 396 kasus suap, 171 kasus terkait pengadaan barang dan jasa, serta 46 kasus penyalahgunaan anggaran. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, KPK juga telah menangani lebih dari 51 kasus korupsi di Papua, di mana kasus di sektor kehutanan mencakup sekitar 4% dari total kasus. Sementara itu, sepanjang 2004-2020, lebih dari 24 pejabat telah diproses hukum terkait kasus korupsi di sektor kehutanan.
Praktik-praktik koruptif yang teridentifikasi pun beragam, meliputi penebangan liar, konversi hutan untuk perkebunan sawit, hingga penyalahgunaan izin dan penyelundupan kayu. Oleh karena itu, tambah Dion, perbaikan tata kelola kehutanan multipihak menjadi sangat penting untuk memastikan sumber daya alam dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh masyarakat secara adil.
“Perbaikan tata kelola juga harus sejalan dengan reformasi agraria agar pemanfaatan sumber daya alam, terutama di sektor kehutanan, dapat lebih memberikan manfaat bagi masyarakat. Saat ini, data menunjukkan bahwa penggunaan lahan dan sumber daya alam masih dikuasai secara timpang oleh korporasi, yang menguasai lebih dari 90%, sementara rakyat hanya memiliki akses terhadap 2,7 hektare lahan,” jelas Dion.
KPK juga mendorong instansi terkait seperti Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), serta pemerintah daerah untuk bekerja sama guna mencegah tumpang tindih kebijakan serta ketidaksesuaian yang dimulai dari proses perizinan tata ruang atau tata kelola yang berpotensi membuka celah bagi praktik korupsi.
Untuk itu, KPK terus mengawal implementasi kebijakan tata kelola yang transparan dan akuntabel, serta mendorong sinergi antarlembaga dalam pengawasan dan penegakan hukum di sektor kehutanan.
Rekomendasi Reformasi Tata Kelola Hutan
Sementara itu, dalam upaya mereformasi tata kelola sektor kehutanan secara nasional, KPK telah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan kepada instansi terkait. Langkah ini bertujuan untuk menutup celah praktik korupsi serta menjaga kelestarian sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Perbaikan itu meliputi:
- Mendorong layanan perizinan di sektor SDA dilakukan secara digital melalui aplikasi SEHATI.
- KPK bersama tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) turut mendorong dilaksanakannya kebijakan satu peta untuk meningkatkan transparansi & akuntabilitas pengelolaan SDA dengan menciptakan kesesuaian alokasi ruang & perizinan serta keadilan dalam pengalokasian lahan dan kepastian hukum untuk mencegah konflik lahan.
- KPK bersama tim STRANAS PK mendorong percepatan penetapan kawasan hutan untuk mempercepat tercapainya kepastian hukum status kawasan hutan & mengurangi tumpang tindih izin tata guna lahan.
Partisipasi Aktif Masyarakat
Lebih lanjut, Dion menekankan seluruh upaya ini tentunya tidak akan efektif tanpa partisipasi aktif masyarakat. Keterlibatan seluruh elemen dan seluruh pihak dalam pemberantasan korupsi di sektor kehutanan menjadi sangat krusial.
“Caranya sederhana, masyarakat dapat berperan aktif dengan melaporkan kasus-kasus korupsi yang mereka ketahui melalui saluran pengaduan yang sudah disediakan oleh KPK, seperti pengaduan via WhatsApp, call center KPK di 198, dan whistleblowing system KPK,” ungkapnya.
Dengan keterlibatan masyarakat ini, diharapkan proses pencegahan dan penindakan akan semakin efektif. Selain itu, KPK juga berkomitmen untuk meningkatkan kualitas laporan pengaduan yang diterima dari masyarakat, sehingga setiap langkah yang diambil dapat lebih tepat sasaran.
“Kami akan terus melakukan pembinaan agar laporan yang masuk semakin berkualitas dan bermanfaat untuk perbaikan tata kelola kehutanan di Indonesia. Tentunya semua ini bertujuan untuk memastikan sektor kehutanan tidak hanya memberi manfaat ekonomi yang besar bagi negara, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat adat dan lingkungan,” kata Dion.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kantor BPN Tambrauw Edhi Prabowo, menegaskan, keterlibatan berbagai pihak dalam perencanaan pembangunan tata ruang wilayah diperlukan agar kepentingan pemerintah, masyarakat adat, dan sektor swasta dapat terakomodasi dengan baik.
BPN sendiri telah menyiapkan konsep reforma agraria untuk membantu reformasi tata kelola hutan, dengan melakukan penataan kembali struktur penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset yang disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran masyarakat.
“Untuk memudahkan pelaksanaan reforma agraria juga telah dibentuk kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga di pusat hingga pemda. Dengan adanya GTRA di setiap tingkatan ini diharapkan bisa mempermudah koordinasi, eksekusi, serta penyelesaian hambatan yang ditemui di daerah,” jelasnya. Adapun strategi yang diusung meliputi legalisasi aset, redistribusi tanah, pemberdayaan ekonomi subjek reforma agraria, kelembagaan reforma agraria, serta partisipasi masyarakat.
Dengan upaya bersama antara KPK, instansi terkait, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan praktik korupsi di sektor kehutanan dapat diminimalkan, sehingga hutan Indonesia dapat tetap lestari dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang. Lebih lanjut, diskusi multipihak yang berlangsung secara hybrid ini juga dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tambrauw Engelbertus G. Kocu, jajaran pegawai Pemerintah Kabupaten Tambrauw, serta masyarakat suku adat, yang hadir langsung di Ruang Pertemuan RS. Pratama, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya.
Kilas Lainnya
.jpeg.jpeg.jpeg-image_large.jpg.jpg.jpg-image_large.jpg)
