KPK Gelar Lokakarya Strategi Penyajian Alat Bukti Elektronik di Hakordia 2024
Penyajian alat bukti yang sah dan efektif sangat penting dalam setiap kasus tindak pidana korupsi. Di era digital, alat bukti elektronik juga memiliki peran besar, sehingga diperlukan pemahaman yang mendalam untuk memastikan alat bukti tersebut memadai. Hal ini penting agar hakim dapat menjatuhkan hukuman kepada pelaku korupsi dengan tepat.
Guna menjawab tantangan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar lokakarya bertema “Mengungkap Bukti Digital: Strategi Penyajian Data Elektronik di Persidangan” bertepatan dengan momentum perayaan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 di Gedung Juang Merah Putih KPK Jakarta, Selasa (10/12).
Plt Direktur Data dan Analisis (DNA) Korupsi, Juliawan Superani, menuturkan peningkatan kapasitas terkait pemahaman atas barang bukti elektronik sangat diperlukan bagi seluruh aparat penegak hukum (APH). Terlebih seiring waktu, modus dari pelaku tindak pidana korupsi terus berkembang.
“Di era digital bukti elektronik jadi elemen penting penegakan hukum. Bagaimana mengelola hingga menyajikan bukti digital berdasar asas akuntabel dan transparan merupakan langkah strategis dalam penegakan hukum, demi kemajuan bangsa dan negara,” ungkap Juliawan pada sesi pembukaan.
Hal tersebut dipertegas oleh Manajer Mutu Laboratorium Barang Bukti Elektronik (LBBE) KPK, Hafni Ferdian. Dirinya menyebutkan jika beberapa perkara yang ditangani KPK kerap bersinggungan dengan alat bukti elektronik. Hakim pun, kata Hafni sudah memiliki kapasitas dalam memutus hukuman menggunakan alat bukti elektronik.
“Yang perlu diketahui, ada tiga (3) hal penting perihal barang bukti elektronik. Pertama keabsahan alat bukti, sesuai dengan standar legal authority, seperti salah satunya surat pernyataan untuk melaksanakan pembuktian elektronik. Kemudian, harus ada research and development, yang harus divalidasi apakah alat bukti tersebut (elektronik) sudah layak atau belum. Dan kemudian keamanan data dari setiap alat bukti elektronik yang diajukan,” terang Hafni.
Pembuktian Lewat Alat Bukti Elektronik
Pada sesi diskusi, tiga (3) narasumber utama memberikan paparan terkait pentingnya strategi penyajian alat bukti elektronik. Direktur Pengendalian Aplikasi dan Informatika (PAI) Kementerian Komunikasi dan Digital, Syofian Kurniawan menerangkan bukti atau informasi elektronik dianggap sah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 dan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2024, pada Pasal 5 dan Pasal 6.
“Sebagaimana pada Pasal 5 mengatakan bahwa Informasi Elektronik, dan/atau Dokumen Elektronik, dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Tetapi bukan berarti bukti itu serta merta dibawa ke persidangan, karena pada Pasal 6 disebutkan informasi dan atau dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya (tidak rusak sedikitpun), dan dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap Syofian.
Ahli Digital Forensik Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, Muhammad Nuh Al Azhar, dalam kesempatan sama mempertegas jika alat bukti elektronik dan digital harus diperkuat lagi melalui forensik digital.
“Keseluruhan proses forensik digital sebagaimana tertera dalam ISO 27037 dilakukan dengan 4 proses dimulai dari identifikasi (bukti) ditemukannya lokasi kejadian perkara, pengumpulan data-data dari perangkat elektronik yang sudah ditemukan, akuisisi perangkat elektronik, hingga pemeliharaan dari bukti yang dimaksud, yang nantinya alat bukti (elektronik) tersebut diperkuat melalui tinjauan dari saksi ahli praktisi dan teknis,” terang Nuh.
Sebagai penutup, Panitera Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung, Sudharmawatiningsih, memberikan penjelasan bagi hakim dalam memutuskan hukuman melalui alat bukti elektronik, yang akan lebih dulu melakukan uji kelayakan berdasar empat (4) prinsip dasar penanganan bukti elektronik.
“Pertama integritas data dari alat bukti, sebagaimana alat bukti elektronik tersebut otentik tidak dimanipulasi, yang diuji melalui metodologi hash value. Kemudian, menghadirkan para ahli yang dapat menganalisis bukti yang diajukan. Selanjutnya bukti (elektronik) akan diuji berdasarkan kronologi identifikasi secara administratif. Dan terakhir merujuk pada perundangan secara instrumen internasional maupun instrumen nasional (UU ITE),” pungkas Sudharmawatiningsih.
Lokakarya tersebut dihadiri perwakilan Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, serta perwakilan dari sejumlah kementerian dan lembaga yang diundang dalam rangka peringatan Hakordia 2024.