KPK Ajak Masyarakat Kabupaten Sorong Selatan Jaga Hutan dari Ancaman Korupsi dan Eksploitasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong masyarakat Kabupaten Sorong Selatan berperan aktif dalam menjaga hutan dari ancaman korupsi dan eksploitasi. Sektor kehutanan yang rentan terhadap praktik ilegal membutuhkan pengelolaan yang transparan serta akuntabel, terutama peran strategis masyarakat adat untuk pengawasan dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan.
Ajakan ini mengemuka dalam webinar yang diselenggarakan secara daring bersama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Jerman, bertajuk Kolaborasi Multipihak untuk Pencegahan Korupsi Sektor Kehutanan di Kabupaten Sorong Selatan pada Kamis (13/3).
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Johnson Ridwan Ginting, menjabarkan bahwa sektor kehutanan masih rentan terhadap praktik korupsi, mulai dari perizinan ilegal, alih fungsi lahan, hingga eksploitasi tanpa pengawasan. Johnson menegaskan bahwa pengendalian hutan seharusnya berorientasi pada kondisi di lapangan. "Hutan adat pengelolaannya dapat diatur dan dikawal oleh masyarakat adat setempat. Dengan demikian, tidak ada lagi eksploitasi terhadap hutan," ungkapnya.
Kesadaran Antikorupsi jadi Kunci Keberlanjutan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 mencatat luas hutan di Sorong Selatan mencapai 499.777 hektare, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2016 yang masih seluas 511.928 hektar. Padahal, hutan di wilayah ini menjadi jantung kehidupan masyarakat, menyediakan sumber pangan, air bersih, dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Johnson menekankan pentingnya kesadaran kolektif dari masyarakat dalam menjaga ekosistem dan fungsi hutan. “KPK masuk melalui strategi pendidikan dengan pembinaan peran serta masyarakat bersama kementerian, Deutsche GIZ Jerman serta sejumlah LSM. Kami juga telah melakukan kajian sistem pengendalian kehutanan oleh masyarakat," ujar Johnson.
Selain itu, KPK menekankan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pengawasan hutan tersebut harus dimulai dari integritas individu. Menolak praktik suap dan gratifikasi merupakan langkah awal dalam mencegah korupsi yang merugikan lingkungan dan masyarakat.
"Masyarakat juga harus sadar bahwa menerima suap atau gratifikasi merupakan bagian dari korupsi. Korupsi jelas merugikan, menghambat pertumbuhan, dan menurunkan kualitas kehidupan masyarakat," tegas Johnson.
Senada dengan itu, Beatrix Kesiauw, Advisor dari Deutsche GIZ, menyoroti pentingnya pemahaman masyarakat terhadap modus penyalahgunaan lahan hutan. "Sebuah investasi yang benar, maka seharusnya investor memahami bahwa ini (hutan adat) merupakan tempat masyarakat, tidak semaunya sendiri, sehingga merugikan masyarakat," ungkapnya.
Komitmen Pemkab Sorong Selatan
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan menegaskan komitmennya dalam menjaga hutan. Sekretaris Daerah Kabupaten Sorong Selatan, Agustinus Wamafma, menegaskan bahwa pemerintah daerah hadir untuk melindungi sumber daya alam demi kesejahteraan masyarakat.
"Sumber daya alam kita sangat besar, namun banyak tantangan. Mulai dari ekspansi lingkungan hingga persoalan tata ruang. Pertemuan multipihak ini sangat penting dalam merumuskan dan memastikan kelestarian lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat. Kami berkomitmen menjaga dan melestarikan hutan serta mengedepankan kepentingan masyarakat," kata Agustinus.
Kegiatan ini berlangsung secara hybrid, melibatkan perwakilan dari Kantor Pertanahan Sorong Selatan, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sorong Selatan, serta masyarakat adat setempat. Dengan adanya sinergi dari berbagai pihak, diharapkan upaya pemberantasan korupsi di sektor kehutanan dapat semakin efektif dan berkelanjutan.