Membangun Integritas Bangsa lewat Peran Serta Masyarakat Keagamaan

Korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, tetapi juga merusak tatanan sosial dan melanggar hak asasi manusia. Dalam perspektif agama, korupsi adalah tindakan tercela yang bertentangan dengan nilai moral dan keadilan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat, termasuk komunitas keagamaan, menjadi krusial dalam upaya pemberantasan korupsi.
Semangat ini mengemuka dalam Talkshow Ramadhan Antikorupsi bertajuk ‘Membangun Integritas Bangsa Melalui Peran Serta Masyarakat Keagamaan’ yang digelar di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Rabu (12/3). Acara ini menghadirkan Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, dan Menteri Agama, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, sebagai pembicara utama.
Diskusi ini menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan penegakan hukum semata. Peran serta masyarakat, terutama komunitas keagamaan, menjadi elemen penting dalam membangun bangsa yang bersih dan berintegritas. Agama, dengan ajaran moral dan etikanya, dapat menjadi benteng utama dalam mencegah perilaku koruptif sejak dini.
Integritas, Fondasi Pencegahan Korupsi
Dalam paparannya, Fitroh Rohcahyanto menegaskan bahwa baik dari sisi agama maupun negara, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus diperangi bersama. KPK, katanya, telah menerapkan strategi Trisula yang mencakup pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Namun, sehebat apa pun sistem yang dibangun, tanpa kesadaran individu dan keterlibatan masyarakat, korupsi tetap akan menjadi ancaman.
“Sistemnya yang bikin manusia. Tapi kalau kesadaran manusianya rendah, tentu sistem sebaik apa pun, jebol juga,” ujar Fitroh.
Untuk menanamkan kesadaran ini, Fitroh memperkenalkan konsep IDOLA sebagai pilar utama dalam membangun integritas. Konsep ini mencakup Integritas (keselarasan antara hati, pikiran, dan tindakan), Dedikasi (komitmen kuat dalam menjalankan tugas), Objektif (sikap netral dan tidak memihak), Loyal (kesetiaan dan kejujuran), serta Adil (bertindak demi kesejahteraan masyarakat).
“Puncaknya itu adil untuk masyarakat. Karena tujuan utamanya adalah untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Fitroh menegaskan.
Peran Agama dalam Pemberantasan Korupsi
Sementara itu, Menteri Agama, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, menekankan bahwa integritas bukan hanya tuntutan hukum, tetapi juga kewajiban agama. Ia mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang menyerukan untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit. Dalam konteks ini, korupsi adalah tindakan haram yang menghancurkan keberkahan hidup.
“Semua daging yang tumbuh dari barang yang haram hanya bisa dibersihkan oleh api neraka,” tegasnya.
Nasaruddin juga menyoroti pentingnya penggunaan bahasa agama dalam membentuk kesadaran moral masyarakat. Menurutnya, pendekatan religius lebih efektif dalam menyentuh aspek etika dan kesadaran spiritual.
“Contohnya, salah satu krisis yang kita hadapi adalah lingkungan hidup. Kalau hanya pakai bahasa birokrasi, tidak terlalu banyak manfaatnya. Tapi begitu kita mengharamkan, misalnya mengatakan ‘dosa kalau Anda bakar pohon’, efeknya akan lebih besar,” ujarnya.
Hal yang sama berlaku dalam pemberantasan korupsi. Diperlukan upaya dramatisasi dalam menggambarkan dampak buruk korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang serius. Menurutnya, pemahaman ini harus ditanamkan sejak dini agar masyarakat tidak terbiasa dengan praktik korupsi, sekecil apa pun bentuknya.
Lebih lanjut, Nasaruddin mengingatkan tentang bahaya ‘wilayah abu-abu’, yaitu celah yang bisa menjerumuskan seseorang ke dalam praktik korupsi tanpa disadari. Pengendalian diri, terutama bagi pejabat publik, menjadi kunci utama dalam menutup celah tersebut.
“Tingkat pengendalian kita harus lebih tinggi daripada kita menjadi orang biasa,” ujarnya.
Sebagai penutup, Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal ini mengajak seluruh masyarakat untuk memperkuat nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk pencegahan terbaik terhadap korupsi. Dengan kata lain, membangun integritas bangsa harus dimulai dari kesadaran individu dan didukung oleh nilai-nilai spiritual yang kuat.
Kolaborasi antara negara dan elemen keagamaan menjadi langkah strategis untuk mengikis budaya korupsi. Sebab, sejatinya, perjuangan melawan korupsi bukan hanya soal aturan dan hukuman, tetapi juga soal kesadaran dan tanggung jawab moral setiap individu.
Kilas Lainnya
