KPK-UNODC Gelar Pelatihan, Perkuat Investigasi Korupsi Lintas Negara

Korupsi lintas negara dan pencucian uang masih menjadi tantangan besar bagi aparat penegak hukum (APH). Keterbatasan kewenangan lintas yurisdiksi sering kali menghambat proses investigasi dan penegakan hukum. Untuk menjawab tantangan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menggelar Pelatihan Investigasi Kejahatan Keuangan di Jakarta pada 25-27 Februari 2025.
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menekankan pentingnya peningkatan kapasitas bagi insan KPK serta APH lainnya guna memperkuat upaya pemberantasan korupsi lintas negara. Ia juga menyoroti perlunya adaptasi dalam menghadapi modus operandi yang terus berkembang.
“Proses penegakan hukum harus kolaboratif, bersinergi, tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Sebagai penegak hukum, kita harus lebih adaptif dan siap menghadapi modus korupsi yang semakin canggih, tidak boleh tertinggal seiring perkembangan modus operandi korupsi,” ujar Fitroh, saat membuka pelatihan tersebut, Selasa (25/2).
Fitroh juga menyoroti kompleksnya penanganan kejahatan korupsi lintas batas. Agar KPK bisa optimal dalam menindaknya, dibutuhkan dukungan dari negara dan organisasi internasional.
“Kita sadari bersama, bahwa penanganan kasus korupsi sebagai kejahatan transnasional membutuhkan proses yang relatif panjang dan terkadang memakan waktu cukup lama. Dan pada tataran praktik, upaya KPK dalam mencari, menangkap, membawa kembali para tersangka korupsi dan pemulihan aset sangat dibantu dengan adanya kerja sama lintas lembaga dan lintas negara,” kata Fitroh.
Selain penguatan keterampilan investigasi, pelatihan ini juga membahas pentingnya kerja sama internasional, terutama melalui mutual legal assistance (MLA) serta implementasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Dalam UNCAC, terdapat empat pasal kunci yang menjadi perhatian utama, yakni pasal 14 (pencegahan pencucian uang), pasal 31 (penyitaan hasil kejahatan), pasal 36 (otoritas independen antikorupsi), dan pasal 38 (kolaborasi antar-lembaga).
Fitroh menegaskan, penerapan pasal-pasal ini harus diperkuat dengan kerja sama internasional serta pemanfaatan teknologi investigasi yang lebih canggih.
“Bagaimana sinergitas lembaga lintas negara dapat terbentuk, serta peningkatan kemampuan teknologi dan mengasah intelegensi individu juga menjadi sangat penting. Sehingga dapat meningkatkan kapasitas diri dan kecerdasan secara komprehensif,” tambahnya.
Pelatihan yang didanai oleh UNODC ini diikuti oleh 10 analis tindak pidana korupsi KPK serta perwakilan dari berbagai instansi, termasuk Kepolisian, Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai (Kementerian Keuangan).
Para peserta mendapatkan pembekalan dari pakar internasional, termasuk Sungki Hong (Jaksa Korea Selatan) dan Wai Hong Victor Lee (Komisi Independen Antikorupsi Hong Kong/ICAC).
Pemulihan Aset Jadi Misi Utama
Pada kesempatan yang sama, Fitroh menegaskan bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya diukur dari hukuman bagi pelaku, tetapi juga dari efektivitas asset recovery atau pemulihan aset. “Perlu diingat, pemberantasan korupsi mengutamakan pemulihan aset. Hukum tidak hanya mengejar kepastian, tapi juga kemanfaatan dan keadilan,” tegasnya.
Sebagai informasi, sepanjang 2020-2024, KPK berhasil memulihkan aset negara lebih dari Rp2,5 triliun, termasuk Rp731 miliar pada 2024. Capaian ini menjadi sumbangsih nyata terhadap pemasukan kas negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Dukungan Internasional untuk Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Sementara itu, Erik Van der Veen, Head of Office UNODC Indonesia and Liaison to ASEAN, menegaskan bahwa Indonesia memiliki peran strategis dalam implementasi UNCAC. Karenanya, pelatihan yang digelar bersama ini akan menjadi perangkat yang memperkuat peran tersebut.
“Indonesia telah mengalami kemajuan dalam hal ini, tetapi penerapan aturan anti-pencucian uang secara lebih strategis dalam kasus korupsi akan memperkuat penegakan hukum terhadap kejahatan keuangan yang kompleks. Pelatihan hari ini penting karena memberikan alat praktis bagi aparat untuk menerapkan teknik investigasi keuangan, berbagi informasi antar-lembaga, dan membangun kasus yang lebih kuat dengan menggabungkan unsur korupsi dan pencucian uang,” ungkap Erik.
Menutup sambutannya, Erik menyampaikan apresiasinya atas kerja sama yang terbangun antara UNODC, KPK, dan Kementerian Kehakiman Korea Selatan dalam mewujudkan pelatihan ini. “Kolaborasi internasional merupakan pilar utama dalam pemberantasan korupsi dan kejahatan keuangan. Keterlibatan berkelanjutan Korea dengan Indonesia dan UNODC menunjukkan pentingnya kerja sama lintas negara dalam memperkuat investigasi keuangan dan upaya antikorupsi,” pungkas Erik.
Kilas Lainnya

