KPK Dorong Pencegahan Korupsi Program MBG Lewat Sinergi Pengawasan Dana Publik

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya pencegahan sejak awal untuk memastikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berjalan transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi. Dengan alokasi anggaran yang mencapai Rp170 triliun pada 2025, program prioritas nasional ini dinilai rawan penyimpangan bila tata kelolanya tidak diperkuat.
Wakil Ketua KPK, Agus Joko Pramono, menyampaikan hal itu saat menghadiri peluncuran Sistem Deteksi Dini Penyalahgunaan Dana MBG (Detak MBG) di Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Kamis (28/8). Menurutnya, keberhasilan program MBG bukan hanya soal banyaknya penerima manfaat, tetapi juga bagaimana anggaran dikelola dengan penuh integritas.
“Jika tata kelola tidak diperkuat, maka program yang seharusnya menyehatkan generasi mendatang justru bisa terhambat oleh praktik penyimpangan. Kehadiran sistem ini diharapkan menjadi instrumen pencegahan korupsi, sekaligus alat kontrol publik dalam mengawal jalannya program MBG di seluruh daerah agar dapat terlaksana secara transparan dan tepat sasaran,” tegas Agus.
KPK Perkuat Fungsi Monitoring Program MBG
Sejak Maret 2025, KPK telah secara konsisten melakukan intervensi pencegahan korupsi kepada BGN sebagai lembaga strategis dalam pemenuhan gizi masyarakat. Sebagaimana amanat UU No. 19 Tahun 2019, KPK menjalankan fungsi pencegahan dan monitoring terhadap sistem pengelolaan administrasi di seluruh lembaga negara dan pemerintahan.
KPK menyoroti sejumlah potensi kerawanan dalam pelaksanaan MBG, mulai dari penentuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang dinilai masih eksklusif dan berpotensi konflik kepentingan, proses pengajuan dan verifikasi calon mitra yang berindikasi kecurangan, hingga proposal tidak sesuai kondisi lapangan karena tidak didukung laporan keuangan dua mingguan secara memadai.
Selain itu, KPK juga mencatat adanya red flag atau indikator risiko korupsi di lapangan, antara lain:
- Mekanisme pemilihan calon mitra yayasan masih dilakukan oleh pihak yayasan sendiri.
- Operasional dapur kerap dipengaruhi penetapan harga pangan yang mahal untuk disetujui oleh Kepala SPPG.
- Ada mitra yang tidak memiliki rekam jejak sebagai pengelola dapur tetapi tetap terlibat karena kedekatan dengan pengambil kebijakan.
- Lemahnya mekanisme baku dalam menyiapkan dan menyalurkan bantuan, sehingga validitas data penerima manfaat menjadi kurang akurat.
Melihat persoalan tersebut, KPK mendorong BGN untuk lebih berperan sebagai pengawas dan pengendali sistem, bukan sekadar bagian dari operasional maupun pemasok. Transparansi pengelolaan data, pelaporan, serta pelibatan masyarakat juga ditekankan KPK sebagai kunci untuk memitigasi risiko penyimpangan.
Sinergi Lintas Lembaga
Detak MBG sendiri merupakan inisiatif PPATK bersama Badan Gizi Nasional (BGN) dan sektor perbankan untuk memantau transaksi keuangan mencurigakan dalam program MBG. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menekankan bahwa sistem ini adalah tindak lanjut amanat Presiden agar setiap rupiah uang rakyat dijaga secara ketat.
“Karena itu, besarnya alokasi dana dan luasnya cakupan penerima manfaat dari program MBG harus diawasi secara ketat agar anggarannya benar-benar tepat sasaran, penguatan sistem berbasis data menjadi komitmen PPATK dalam mendorong akuntabilitas pengelolaan anggaran publik,” ungkap Ivan.
Senada dengan itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, menilai kehadiran Detak MBG merupakan bentuk nyata transformasi digital pemerintah dalam mencegah penyimpangan, memperkuat tata kelola, sekaligus memastikan manfaat program benar-benar dirasakan masyarakat.
“Kompleksitas program MBG yang melibatkan banyak pihak menuntut tata kelola yang terpadu agar pelaksanaannya berjalan akuntabel dan bebas dari penyalahgunaan. peluncuran sistem ini tidak hanya sebatas upaya pencegahan dini, tetapi bagian dari perbaikan birokrasi menuju tata kelola yang lebih bersih,” papar Rini.
Bagi KPK, pencegahan korupsi pada program MBG adalah bagian dari investasi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045. Dengan sinergi lintas lembaga, risiko penyalahgunaan bisa diminimalisasi, kepercayaan publik tumbuh, dan generasi penerus bangsa mendapat gizi yang layak tanpa tercederai praktik korupsi.
Kilas Lainnya
