KPK Rangkul Tokoh Lintas Agama di Yogyakarta, Bangun Integritas Lewat Spirit Keimanan

Apa jadinya jika pesan-pesan antikorupsi disampaikan lewat mimbar agama? Inilah pendekatan yang kini ditempuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyemai nilai-nilai kejujuran dan integritas. Melalui Safari Keagamaan Antikorupsi, KPK mengajak para pemuka agama untuk menjadi ujung tombak dalam membumikan semangat antikorupsi dari rumah ibadah hingga ruang-ruang publik.
Setelah sehari sebelumnya digelar di Gereja Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran, Yogyakarta, dan Pendopo Bupati Sleman, safari kali ini digelar di Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Kamis (24/4), dan dihadiri lebih dari 300 tokoh agama, penyuluh, serta pemuka masyarakat dari berbagai latar keyakinan, baik secara langsung maupun daring.
Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, menyampaikan pesan yang gamblang dalam sambutannya. Ia mengingatkan bahwa benih korupsi sering kali tumbuh dari hal kecil yang dianggap sepele.
“Dalam ajaran agama manapun, perilaku menyimpang seperti suap dan penggelapan adalah tindakan yang jelas-jelas dilarang,” ujarnya.
Ibnu mencontohkan dalam ajaran Islam, ada hadis riwayat Abu Daud yang melarang praktik ghulul atau pengkhianatan terhadap amanah. Ia menekankan pentingnya kejujuran bahkan dalam hal yang tampak kecil.
“Begitu juga di pemerintahan. Jika ada kelebihan dana, diskon, atau fasilitas, wajib dikembalikan. Jangan diam-diam diambil untuk pribadi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ibnu mengupas tentang bahaya laten dari praktik suap—akar dari banyak tindak korupsi di Indonesia. Menurutnya, suap bukan hanya soal uang, tapi soal bagaimana seseorang menukar nilai dan prinsip dengan keuntungan pribadi. “Pemberi suap berharap jalan pintas, penerima suap sering kali rela menggadai integritasnya,” ucapnya.
Statistik KPK mencatat, hingga kini ada 1.064 kasus suap yang telah ditangani. Angka ini menunjukkan betapa persoalan integritas masih menjadi pekerjaan rumah besar. Karena itu, penanaman nilai-nilai antikorupsi tak bisa ditunda dan harus dimulai sejak dini—termasuk lewat jalur keagamaan.
Safari Keagamaan Antikorupsi pun diharapkan menjadi salah satu pintu masuk memperkuat pendidikan antikorupsi berbasis keimanan. “Kami mengajak tokoh agama, pendidik, dan masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi melalui disiplin ilmunya masing-masing, sehingga nilai-nilai antikorupsi dapat tertanam melalui keteladanan nyata di tengah masyarakat,” tutup Ibnu.