Halau Potensi Pelanggaran, KPK Paparkan Hasil Kajian Tata Kelola Nikel

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupaya mendorong perbaikan tata kelola sektor sumber daya alam (SDA), khususnya komoditas strategis seperti nikel melalui pemaparan hasil kajian Direktorat Monitoring yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7).
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyampaikan, nikel menjadi penopang utama dalam agenda hilirisasi dan transisi energi Indonesia. Namun, di balik potensinya yang besar, tata kelola nikel masih menyimpan sejumlah persoalan krusial yang dapat membuka celah korupsi.
“Masih ditemui permasalahan strategis dari hasil kajian ini, seperti sistem informasi dan basis data di sektor energi, kehutanan, dan minerba yang masih lemah dari sisi integritas, validitas, maupun interoperabilitas antar kementerian/lembaga. Kondisi ini menyebabkan sulitnya pelacakan kewajiban pelaku usaha, tumpang tindih perizinan, serta lemahnya pengawasan dan akuntabilitas penerimaan negara,” kata Setyo.
Lebih lanjut, Ia menambahkan, dari sisi izin usaha pertambangan (IUP) banyak tumpang tindih secara hukum maupun teknis, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang berpotensi mengurangi penerimaan negara dari sektor SDA. Untuk itu, melalui hasil kajian tersebut pencegahan korupsi menjadi bagian integral dalam menentukan kebijakan tata kelola nikel yang mampu menjaga stabilitas penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor energi.
Menurutnya, keberhasilan hilirisasi tidak hanya diukur dari pembangunan smelter atau nilai ekspor, tapi seberapa jauh kebijakan ini memberikan manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial secara adil kepada masyarakat. Begitu pun tanggung jawab sosial terhadap lingkungan yang lebih besar, tentu dibutuhkan komitmen mengelola SDA secara berkelanjutan.
Intervensi Pencegahan Korupsi
Senada dengan hal tersebut, Wakil Ketua KPK, Agus Joko Pramono turut menyampaikan, KPK melalui fungsi monitoring pada Kedeputian Pencegahan dan Monitoring telah melakukan intervensi pencegahan di sektor SDA sejak 2009 dengan menempuh kajian sistemik dan koordinasi lintas sektor. Salah satu inisiatif strategisnya adalah Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) yang berhasil merampingkan jumlah IUP dari 4.877 menjadi 2.631.
“KPK juga telah menelaah pemenuhan kewajiban pelaku usaha pertambangan, serta upaya optimalisasi penerimaan negara. KPK turut menggagas dan berperan aktif dalam Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) sebagai langkah kolaboratif lintas sektor yang telah membuahkan hasil perbaikan pada penataan dan pemangkasan jumlah IUP,” tambah Agus.
Lebih lanjut, sejumlah inisiatif yang telah dilakukan KPK di antaranya mencakup kajian sistem perizinan dan pengelolaan tambang batubara, timah, dan nikel, serta pengawasan terhadap JBT minyak solar. Selain itu, KPK mengkaji sistem pengadaan biodiesel dan batubara, hilirisasi dan ekspor komoditas strategis, serta potensi korupsi transisi energi.
Dampak Positif Perbaikan
Inisiatif KPK dalam mendorong perbaikan sistem di sektor pertambangan mineral, khususnya nikel, telah memberikan dampak positif, terutama dalam meningkatkan transparansi dan optimalisasi penerimaan negara. Salah satu langkah penting yang dilakukan adalah pembangunan Sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) guna mengintegrasikan data IUP antara pemerintah pusat dan daerah.
Selain itu, pengembangan Minerba One Map Indonesia (MOMI) yang terhubung dengan Geoportal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga dinilai memperkuat akurasi dan akuntabilitas data spasial sektor minerba. Terlebih, mengenai upaya perbaikan sistem pembayaran PNBP yang terintegrasi melalui tiga sistem utama yakni MPN G-2, SIMPONI, dan e-PNBP yang telah berkontribusi pada peningkatan pendapatan negara.
“Sistem yang terintegrasi mampu meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas keuangan negara. Hal ini terlihat dari penerimaan kontrak perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) pada 2014 yang mencapai sekitar Rp10 triliun. Sedangkan tunggakan PNBP turun signifikan yang semula mencapai Rp25,5 triliun berhasil ditekan menjadi Rp3,7 triliun dari proses restitusi PKP2B generasi pertama, yang juga menyumbang tambahan penerimaan negara sebesar Rp21,8 triliun pada 2024,” pungkas Agus.
Rekomendasi KPK Guna Perbaikan Tata Kelola
Sebagai bentuk peringatan dini (early warning), KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi awal kepada kementerian/lembaga terkait, antara lain:
- Penertiban perizinan seperti NIB, IUP, IUI, IPPKH, dan perizinan ekspor melalui evaluasi administratif dan penegakan hukum.
- Revisi dan harmonisasi regulasi ekspor serta pengenaan royalti atas mineral ikutan bernilai ekonomis.
- Pendataan dan penindakan terhadap perusahaan yang menambang tanpa izin di kawasan hutan.
- Akselerasi keterbukaan dan integrasi data untuk mendukung optimalisasi PNBP dan pajak sektor nikel.
- Keterpaduan aliran data dari seluruh kementerian/lembaga terkait tata kelola pertambangan.
- Transparansi dan Akuntabilitas RKAB dan menerapkan sanksi terhadap pelanggarannya oleh Kementerian ESDM.
Respons Positif Kementerian Terkait
Di kesempatan yang sama, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyambut baik rekomendasi KPK, dan menegaskan bahwa aktivitas tambang di kawasan hutan wajib memenuhi seluruh prosedur perizinan dan dokumen lingkungan untuk menjaga ekosistem.
“Kementerian Kehutanan akan memperkuat koordinasi dan pengawasan, dengan kementerian/lembaga terkait. Selain itu, menekankan pentingnya penegakan hukum bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran,” kata Raja Juli.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu menyampaikan, sektor nikel memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan industri, meningkatkan penerimaan negara, serta memperkuat pembangunan di daerah. Hilirisasi menjadi fokus utama pengembangan sektor ini agar dapat menghasilkan nilai tambah secara optimal.
“Dengan begitu diperlukan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah. Pun Kementerian Keuangan juga mendukung penguatan ekosistem pengawasan melalui perluasan Sistem Informasi Mineral dan Batubara Terintegrasi (SIMBARA), agar dapat memastikan pengawasan dari hulu ke hilir berjalan efektif melalui integrasi lintas kementerian/lembaga,” ungkap Anggito.
Ia juga mengungkapkan, percepatan penyusunan regulasi turunan seperti Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai layanan digitalisasi SIMBARA. Kemenkeu pun menyatakan kesiapannya menjadi agregator dan fasilitator dalam proses tersebut, serta berharap KPK turut mengawal secara berkala agar target yang ditetapkan benar-benar memberikan kontribusi nyata terhadap penerimaan negara.
Forum pemaparan ini dihadiri para pejabat tinggi dari Kementerian ESDM, Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Perdagangan, Keuangan, serta Kementerian Investasi dan Hilirisasi. Kolaborasi ini menjadi langkah awal dalam membenahi tata kelola pertambangan, memastikan sektor nikel memberi manfaat optimal bagi masyarakat, sekaligus mencegah potensi praktik korupsi.
Adapun sejumlah pejabat tinggi yang hadir Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung; Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ade Tri Ajikusumah, serta Irjen Kementerian Perhubungan, Arif Toha.
Hadir pula Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno; Dirjen Penegakan Hukum Kementerian ESDM, Rilke Jeffri Huwae, dan Irjen Kementerian ESDM, Bambang Suswantono. Dari Kementerian Perdagangan, forum diikuti oleh Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Tommy Andana; Kementerian Investasi dan Hilirisasi diwakili oleh Sekretaris Kementerian, Heldy Satrya Putera; dan Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal, Iwan Suryana.
Kilas Lainnya
