Webinar Pendidikan Antikorupsi KPK: Dunia Pendidikan Berperan dalam Melawan State Capture Corruption

Korupsi bukan sekadar soal mencuri uang negara. Lebih dari itu, korupsi bisa menjadi alat sistematis untuk menguasai negara dari dalam, merusak fondasi kebijakan publik, dan mencuri masa depan bangsa. Inilah bahaya besar yang diungkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto, dalam Webinar Pendidikan Antikorupsi bertajuk State Capture Corruption: Belajar dari Skandal E-KTP, yang digelar oleh Direktorat Jejaring Pendidikan KPK secara daring pada Kamis (15/5).
Fenomena ini dikenal dengan istilah state capture corruption—sebuah bentuk korupsi regulatif yang melibatkan elite kekuasaan. Bukan lagi soal amplop atau suap di balik meja, tapi bagaimana aktor-aktor berkepentingan memengaruhi, bahkan membentuk, regulasi sesuai kehendaknya.
Mengutip Hellman dkk (2000), sebelum seorang koruptor tertangkap basah, kejahatan sebenarnya telah dimulai sejak mereka berhasil mengendalikan kebijakan publik melalui tangan aparatur politik.
“State capture corruption merupakan jenis bentuk korupsi yang sistemik. Ini melibatkan elemen-elemen unsur masyarakat, mulai dari pejabat, politisi, hingga pengusaha. Pelaku state capture corruption adalah aktor yang memiliki kekayaan besar serta kendali atas aparatur politik dan tokoh-tokoh berpengaruh di negara, sehingga mampu membentuk kebijakan sesuai kepentingan mereka,” ungkap Fitroh.
Fitroh mencontohkan bagaimana praktik ini berlangsung di sejumlah negara Balkan Barat seperti Turki dan Georgia. Di negara-negara itu, undang-undang justru dibentuk untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu. Tampak sah secara hukum, namun menyimpang secara moral dan etika.
Ironisnya, Indonesia juga pernah mengalami hal serupa. Kasus mega korupsi E-KTP menjadi contoh nyata betapa dalam dan luasnya jangkauan state capture. Mulai dari jajaran menteri, anggota DPR, hingga pengusaha swasta—semua terseret dalam pusaran korupsi berjamaah.
“Saya coba untuk memantik kesadaran dari masyarakat berdasarkan studi kasus yang pernah terjadi. Bagaimana praktik ini secara perlahan merusak tata kelola pemerintahan. Tetapi, bukan berarti mimpi besar menjadi bangsa berdaulat tanpa praktik korupsi sirna. KPK meyakini kejadian ini menjadi lucutan bagi kita semua. Dan, yang terpenting membangun kesadaran bersama dimulai dari sendiri,” jelas Fitroh.
Peran Akademisi: Dari Kelas ke Arah Perubahan
Lalu, bagaimana cara melawan korupsi sistemik yang begitu kompleks? Jawabannya: lewat pendidikan.
Fitroh menegaskan bahwa pendidikan antikorupsi memiliki peran strategis dalam membangun ulang integritas bangsa. Bukan sekadar pengetahuan, tapi juga pembentukan nilai sejak dini. Di sinilah para pendidik dan insan akademis mengambil peran kunci.
Ruang kelas, forum ilmiah, dan interaksi keseharian menjadi lahan subur menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian melawan penyimpangan. Keteladanan para akademisi menjadi kompas moral yang membimbing generasi muda.
“Karena itu, sistem harus diiringi dengan moral. Moral lahir melalui adanya pemantik dari pendidikan antikorupsi. Maka dari itu, pendidikan antikorupsi di KPK begitu penting. Seperti gagasan IDOLA – Integritas, Dedikasi, Objektif, Loyal, dan Adil. Integritas menjadi konsep utamanya. Semuanya dapat dilakukan seiring sejalan, bersama upaya pencegahan dan penindakan,” tandas Fitroh.
Membuka Ruang Baru lewat Pendidikan
Komitmen memperkuat pendidikan antikorupsi juga datang dari kementerian terkait. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, menyampaikan pentingnya peran tenaga pendidik dalam merespons tantangan kebangsaan yang kompleks, termasuk korupsi yang menggerogoti sistem dari dalam.
“Pendidikan antikorupsi dapat dilakukan melalui kegiatan kemahasiswaan di pusat studi maupun kajian di kampus masing-masing. Dengan demikian, webinar ini jadi sarana penting untuk memperkuat pengetahuan tersebut. Di samping menjadi hal penting bagi tenaga pengajar agar lebih kreatif dalam memberikan pengetahuan kepada mahasiswa sebagaimana Tri Dharma Perguruan Tinggi,” pungkasnya.
Webinar ini juga dihadiri Direktur Jejaring Pendidikan KPK, Dian Novianthi, serta satuan tugas terkait. Lebih dari 700 peserta—akademisi, penyuluh antikorupsi, hingga masyarakat umum—berpartisipasi aktif dalam forum ini. Sebuah sinyal kuat bahwa kesadaran bersama mulai tumbuh, bahwa melawan korupsi bukan hanya tugas KPK, tapi misi bersama seluruh elemen bangsa.
Kilas Lainnya

