KPK Ajak Peserta Didik SPPK Polri Bumikan Budaya Antikorupsi
Korupsi bukan sekadar kejahatan biasa, tetapi ancaman serius yang dapat menghancurkan cita-cita para pendiri bangsa. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, dalam kuliah umumnya di hadapan 52 peserta Sekolah Pengembangan Profesi Kepolisian (SPPK) angkatan pertama tahun 2024 di Lembang, Jawa Barat, pada Rabu (2/10).
Ghufron menekankan bahwa korupsi adalah bentuk penyimpangan yang merusak fondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Kita harus memahami tujuan terbentuknya NKRI dengan tanggung jawab melindungi seluruh bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa," ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa salah satu cara mencegah korupsi adalah melalui pendidikan yang menanamkan budaya antikorupsi sejak dini. Ghufron mencontohkan sosok Jenderal Hoegeng Iman Santoso sebagai teladan integritas dalam kepolisian. "Hoegeng menolak rayuan pengusaha dan menegaskan bahwa polisi tidak bisa dibeli," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ghufron menyebut bahwa sejak 2004 hingga 2023, KPK telah menangani 1.681 kasus korupsi. Ia berharap angka ini menjadi peringatan agar korupsi tidak lagi dianggap sebagai hal yang biasa.
Tantangan Bagi Aparat Penegak Hukum
Ghufron juga menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi oleh aparat penegak hukum (APH), termasuk KPK dan kepolisian, dalam menegakkan hukum yang berkeadilan. Menurutnya, selain menjaga integritas, APH juga harus waspada terhadap godaan yang dapat membawa mereka pada korupsi.
"Tugas utama penegak hukum adalah mencapai keadilan, namun tantangannya adalah menghindari arogansi, penyalahgunaan kewenangan, dan penyimpangan," ungkapnya.
Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Kasespimmen) Polri, Bambang Sentot Widodo, mengapresiasi kuliah yang disampaikan oleh Ghufron. Ia berharap nilai-nilai antikorupsi yang dipelajari dapat diimplementasikan oleh para peserta didik setelah lulus dari SPPK Polri.