KPK Soroti Titik Rawan Korupsi di Lumajang, Tekankan Pentingnya Tata Kelola dan Pengawasan Dana Publik

Pengawasan terhadap penggunaan anggaran daerah menjadi sorotan serius Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi, KPK terus mendorong upaya pencegahan korupsi di tingkat daerah, salah satunya dengan menggandeng Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang, Jawa Timur.
Langkah tersebut ditegaskan dalam forum rapat koordinasi yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/6). Dalam pertemuan ini, KPK dan jajaran Pemkab Lumajang membahas berbagai persoalan tata kelola pemerintahan, termasuk area rawan korupsi yang kerap terjadi di wilayah Jawa Timur.
“Kami akan betul-betul mengikuti seluruh rangkaian program mulai dari perencanaan, penganggaran, hingga pelaksanaannya agar dapat melihat gambaran bagaimana tata kelola pemerintah daerah berjalan,” ujar Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti.
Ely menyoroti setidaknya tiga titik rawan korupsi yang harus menjadi perhatian: perencanaan, penganggaran, dan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperkuat sistem pelaporan dan menghindari konflik kepentingan, terutama dalam distribusi anggaran yang rawan disalahgunakan, serta optimalisasi peran inspektorat daerah dan aparat pengawas intern pemerintah (APIP) sebagai garda terdepan pengawasan.
Penurunan Skor Indeks Integritas Jadi Catatan
Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Wahyudi, menambahkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi penurunan nilai indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) Kabupaten Lumajang, dan berbanding terbalik dengan capaian indeks Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP).
Pada 2024, nilai SPI Kabupaten Lumajang turun menjadi 70,91, dari sebelumnya 75,9. Nilai tersebut masih berada dalam kategori rentan. Sebaliknya, Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) justru meningkat menjadi 95,31 dari 93,7 pada 2023.
“Dengan nilai tersebut, perlu langkah ekstra agar upaya pencegahan korupsi dapat dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan dan itu (indeks) menjadi barometer untuk menjalankan kegiatan-kegiatan,” tegas Wahyudi.
Temuan tentang Pokir, Hibah, dan UHC
KPK juga melihat adanya titik-titik rawan tindakan korupsi dalam tata kelola di Kabupaten Lumajang, mulai dari mekanisme anggaran pokok pikiran (pokir) DPRD , penyaluran dana hibah, hingga persoalan dalam universal health coverage (UHC).
“Kami mendapati beberapa temuan, mulai dari pengadaan barang dan jasa tertentu, penyaluran dana hibah ke beberapa organisasi masyarakat, hingga mekanisme dana pokir yang berpotensi menjadi celah korupsi,” ungkap Wahyudi.
Adapun usulan Pokir DPRD yang nilainya mencapai Rp34,7 M, KPK mengimbau agar seluruh proses perencanaan dan verifikasi usulan dijalankan secara objektif. Untuk itu, dibutuhkan sistem data tunggal tersentralisasi yang mampu mendeteksi dan menjaring penerima dana tersebut agar tepat sasaran.
KPK juga memberi perhatian terhadap rencana pemanfaatan anggaran di Kabupaten Lumajang, salah satunya mengenai rencana penganggaran kendaraan bermotor di sejumlah desa.
Menanggapi hal ini, Bupati Lumajang, Indah Amperawati, menjelaskan bahwa usulan pengadaan kendaraan bermotor untuk desa masih berupa wacana dan belum direalisasikan.
“Pengadaan tersebut akan diatur lebih lanjut, dan pengaturan mengenai mekanisme anggarannya akan disesuaikan kembali dengan kebutuhan desa masing-masing,” ujar Indah. Indah menegaskan bahwa rencana tersebut semata-mata ditujukan untuk membantu operasional pemerintah desa.
Dukungan dari Pemkab dan DPRD Lumajang
Baik jajaran eksekutif maupun legislatif di Lumajang menyatakan komitmennya mendukung langkah KPK dalam memperbaiki tata kelola daerah. Ketua DPRD Kabupaten Lumajang, Oktafiyani, menyampaikan kesediaan untuk bekerja sama dalam proses pengawasan dan distribusi hibah.
“Kami mengharapkan peran KPK untuk kita bisa saling berkoordinasi dan bersinergi secara langsung agar (kita) tidak salah melangkah (dalam realisasi program),” ujarnya.
Untuk menindaklanjuti hasil evaluasi, KPK menyampaikan delapan rekomendasi utama:
- Seluruh program/kegiatan sesuai dengan RPJMD, visi misi kepala daerah, prioritas pembangunan dan kemampuan keuangan;
- Memastikan setiap perjalanan dinas yang dilaksanakan DPRD menghasilkan output dan outcome yang berdampak terhadap program-program pemda;
- Menyusun kembali database penerima hibah atau bantuan keuangan pemda (termasuk untuk kelompok masyarakat);
- Memastikan verifikasi dan validasi pokir dilaksanakan sesuai dengan regulasi terkait serta dibuat kertas kerja yang secara rinci dan jelas;
- Mengakselerasi PBJ agar termanfaatkan di tahun anggaran 2025;
- Penyusunan regulasi terhadap kriteria penerima dan melakukan validasi terhadap penerima UHC (termasuk risiko di sektor perizinan klinik dan kapitasi sebagai konsekuensi program UHC);
- Penyusunan satu sistem data terpadu sehingga data penerima hibah terintegrasi, guna mencegah terjadinya pemberian hibah ganda kepada pihak yang sama;
- Pemantauan berkala melalui dashboard monitoring.
Rekomendasi ini diharapkan mampu memperkuat sistem pengawasan dan meminimalkan celah korupsi di tingkat daerah.