KPK Dorong Perbaikan Tata Kelola Pemprov Maluku Utara: Komitmen Pemimpin Jadi Penentu

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan pentingnya komitmen nyata kepala daerah dalam membangun pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Seruan ini disampaikan langsung oleh Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK, Didik Agung Widjanarko, dalam audiensi bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat (9/5).
“Maluku Utara berada di Koordinasi Wilayah V KPK, kami siap mendampingi tata kelola pemerintahan, sehingga meniadakan ruang tindak pidana korupsi,” ungkap Didik.
Ia menekankan bahwa komitmen tidak cukup sekadar tertulis di atas dokumen atau ditandatangani secara simbolis. Yang lebih penting adalah implementasi rencana aksi yang konkret dan berkelanjutan.
“Dalam Pasal 8 huruf e kami berwenang meminta laporan kepada setiap instansi/pemerintah daerah mengenai upaya pencegahan korupsi. Kami adalah rekan dan selalu siap membantu, sehingga sangat diharapkan rekan-rekan di Maluku Utara dapat melaporkan upaya pencegahan di sana,” jelas Didik.
PR Besar Maluku Utara: Antara Skor dan Kenyataan
Sejak menjadi provinsi otonom pada 2002, KPK menilai perlunya Provinsi Maluku Utara mengoptimalkan kinerja tata kelola pemerintahan. Terlebih, data yang dimiliki KPK mencatat 13 perkara korupsi terjadi di wilayah tersebut.
Indikator pencegahan pun menunjukkan sinyal yang belum menggembirakan. Meski skor Monitoring Center for Prevention (MCSP) mengalami kenaikan dari 40 pada 2023 menjadi 74 pada 2024, hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) justru turun dari 61 menjadi 57 pada periode yang sama. Menurut Plt. Direktur Korsup Wilayah V KPK, Imam Turmudhi, ketimpangan ini mencerminkan adanya gap antara reformasi di atas kertas dan kenyataan di lapangan.
“Adanya perbedaan antara nilai MCSP dan SPI secara tidak langsung memperlihatkan bahwa integritas berdasarkan persepsi masyarakat pada perangkat daerah masih tergambar rentan. Masih ada potensi suap, pungli, gratifikasi, dan celah rawan korupsi lainnya. Berarti MCSP masih di atas kertas, belum terimplementasi dengan baik,” tegas Imam.
Dua sektor yang menjadi perhatian serius dalam MCSP adalah pengadaan barang dan jasa (PBJ) serta pengelolaan barang milik daerah (BMD). Skor area PBJ tercatat 65 poin, sementara BMD di angka 70 poin. Yang paling mengkhawatirkan adalah sub-indikator pengendalian PBJ strategis yang hanya mencetak 34 poin. Di sisi lain, kepatuhan terhadap aturan pada pengelolaan BMD hanya mendapat skor 60.
“Gubernur, sekretaris daerah (sekda), inspektur, hingga kepala organisasi perangkat daerah (OPD) merupakan penanggung jawab dari jalannya pemerintahan di Maluku Utara. Kami juga telah mendorong para stakeholder untuk membantu penguatan aparat intern pengawas pemerintah (APIP) di daerah. Sehingga, ke depannya kepala daerah sebagai PPK dapat satu persepsi melakukan penguatan,” tambah Imam.
Belajar dari Masa Lalu, Menata Masa Depan
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menyampaikan bahwa pihaknya tengah berbenah. Ia mengaku ingin merebut kembali kepercayaan masyarakat melalui pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.
“Kami belajar berbenah, membangun Maluku Utara yang lebih transparan dan bersih dari korupsi. Kami berkomitmen tidak ada niat, tetapi karena minimnya pengetahuan bisa saja kami terjerat. Masa lalu tidak ada yang bisa mengubahnya, tapi masa depan bisa kita bangun bersama,” terang Sherly.
Inspektur Provinsi Maluku Utara, Nirwan MT Ali, menambahkan bahwa dukungan dari KPK menjadi penyemangat bagi perangkat daerah untuk menjauhi praktik-praktik menyimpang. Ia berharap kehadiran KPK dapat memperkuat keberanian dalam membangun sistem pengawasan yang lebih efektif.
Langkah awal ini menjadi sinyal positif bahwa upaya kolaboratif antara KPK dan Pemprov Maluku Utara sedang digalakkan. Harapannya, sinergi ini terus berlanjut demi membangun tata kelola pemerintahan daerah yang bersih dan dipercaya publik.
Kilas Lainnya
