Kinerja KPK 2020-2024: Tingkat Kepatuhan LHKPN Rata-Rata 96,67%

Selama periode 2020 hingga 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat rata-rata tingkat kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencapai 96,67%. Data ini mencakup tingkat kepatuhan pelaporan para wajib lapor LHKPN pada unsur eksekutif, yudikatif, legislatif, hingga BUMN/BUMD.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menuturkan bahwa tingkat kepatuhan LHKPN dalam 5 tahun terakhir ini cukup fluktuatif. Pada 2020, tingkat kepatuhan pelaporan mencapai 96,30%, namun pada 2021 mengalami penurunan menjadi 94,47%, dan kembali naik pada 2022 yang mencapai 98,24%. Kemudian pada 2023, tingkat kepatuhan turun menjadi 95,88%. Sementara pada 2024 hingga November 2024, tren kepatuhan pelaporan LHKPN kembali naik mencapai 98,44%.
“Pada tahun pelaporan 2023, jumlah wajib LHKPN adalah 406.904 orang. Sementara, hingga November 2024, tingkat kepatuhan pelaporan wajib lapor sudah mencapai 399.535 orang (98,44%). Meski tingkat kepatuhan pelaporan tinggi, masih terdapat 7.369 wajib lapor LHKPN yang belum melapor, yang sebagian besarnya dari legislatif. Umumnya, belum melapor karena tidak terpilih kembali untuk periode 2024-2029,” ucap Tanak, saat sesi Konferensi Pers Capaian KPK Periode 2019-2024 di Jakarta, Selasa (17/12).
LHPKN yang memuat data dan infromasi terkait harta kekayaan dan aset yang dimiliki para penyelenggara negara dan wajib lapor lainnya, menjadi instrumen penting untuk pengawasan dan pencegahan korupsi. Bahkan, analisis dan pemeriksaan LHKPN juga telah menjadi dasar dalam pengembangan sejumlah perkara tindak pidana korupsi (TPK), seperti pada perkara gratifikasi oleh Rafael Alun Trisambodo, Eko Darmanto, dan Andi Pramono. Hal ini menunjukkan bahwa LHKPN tidak hanya berfungsi sebagai alat pengawasan administratif, tetapi juga sebagai pintu masuk untuk mengungkap praktik-praktik korupsi.
“Selama 2024, KPK juga telah melakukan 258 pemeriksaan terhadap LHKPN. Pemeriksaan ini meliputi inisiatif internal sebanyak 79 pemeriksaan, pemenuhan dari unit penindakan 159 pemeriksaan, dan permintaan eksternal untuk kepentingan seleksi pejabat publik sebanyak 20 pemeriksaan,” jelas Tanak.
Sementara, terkait 79 pemeriksaan yang telah dilakukan atas inisiatif internal tersebut, hasil pemeriksaan menunjukkan adanya 12 laporan dengan temuan dugaan penerimaan gratifikasi dan suap. Dalam hal ini, atas keputusan pimpinan, laporan tersebut diteruskan dan ditindaklanjuti oleh Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.
Tanak menambahkan, penanganan perkara ini juga atas andil dari peran serta masyarakat yang turut melaporkan adanya dugaan anomali pada LHKPN penyelenggara negara. Melalui platform e-Announcement”, jumlah akses masyarakat hingga November 2024 mencapai 2.246.816 kali, naik pesat dibandingkan akses pada 2020, yakni 473.834 kali. KPK mengapresiasi hal tersebut sebagai salah satu wujud nyata kontribusi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
“Keterlibatan masyarakat menjadi elemen kunci dalam meningkatkan transparansi dan kepatuhan para penyelenggara negara. Langkah ini tentunya merupakan wujud nyata komitmen bersama dalam memberantas korupsi dan menjaga integritas bangsa,” jelas Tanak.
Pelaporan LHKPN Kabinet Merah Putih
Di sisi lain, jelang sisa satu bulan batas pelaporan LHKPN Kabinet Merah Putih, KPK mencatat, dari 52 menteri atau kepala lembaga setingkat menteri, masih ada 16 (30%) yang belum menyampaikan LHKPN. Sementara selebihnya sebanyak 36 (70%) menteri/kepala lembaga setingkat menteri lainnya sudah melakukan pelaporan.
Lantas, dari jajaran wakil menteri/wakil kepala lembaga setingkat menteri, 30 dari 57 telah melapor (atau 52% sudah menyampaikan LHKPN). Sebanyak 6 dari 15 utusan khusus/penasihat khusus/staf khusus juga telah memenuhi kewajiban mereka (40% telah menyerahkan LHKPN).
“KPK kembali mengimbau agar jajaran Kabinet Merah Putih dapat segera menyampaikan laporan LHKPN-nya sebelum tenggat waktu yang sudah ditentukan, yakni sebelum 21 Januari 2025 mendatang, mengingat batas akhir bagi penyelenggara negara untuk menyampaikan LHKPN adalah paling lambat 3 bulan sejak tanggal pelantikan,” jelas Tanak.
Inovasi Teknologi dan Pengembangan LHKPN
Sebagai informasi, sejak 2023 KPK telah memanfaatkan teknologi machine learning untuk mempercepat proses verifikasi dan analisis laporan LHKPN. Dengan teknologi ini, proses verifikasi yang sebelumnya memakan waktu hingga 60 hari kerja dapat diselesaikan secara otomatis dalam waktu kurang dari 1 menit.
Pada 2024, misalnya, dengan teknologi ini sebanyak 170 ribu dari total 398 ribu laporan LHKPN berhasil diverifikasi secara otomatis, sehingga memberikan efisiensi signifikan dalam pengelolaan data LHKPN.
Selain itu, KPK telah menerbitkan Peraturan KPK Nomor 03 Tahun 2024 yang memperbarui tata cara pendaftaran, pengumuman, dan pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara, termasuk penyesuaian jabatan wajib lapor.
Dalam peraturan ini, terdapat ketentuan dimana jabatan seperti staf khusus menteri/kepala lembaga termasuk sebagai Wajib LHKPN*. Selain itu, KPK juga akan mengumumkan LHKPN yang hasil verifikasi administrasinya dinyatakan tidak lengkap (selengkapnya mengenai Peraturan KPK terkait LHKPN 2024 dapat dilihat pada tautan: https://bit.ly/perkomlhkpnkpk2024)
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas laporan dan mendorong pejabat untuk lebih teliti dalam melaporkan kekayaannya.