Studi Pengadaan Barang dan Jasa di Aceh dan Nias
Potensi korupsi terbesar terjadi dalam pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan kasus yang ditangani KPK, lebih dari 70%nya adalah praktek korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Banyak hal yang menjadikan pengadaan barang dan jasa sebagai ladang subur praktek korupsi, diantaranya banyaknya uang yang beredar, tertutupnya kontak antara penyedia jasa dan panitia lelang dan banyaknya prosedur lelang yang harus diikuti.
Sebagai daerah yang rawan bencana tsunami, pemerintah pusat menjadikan Aceh sebagai kawasan yang menjadi prioritas utama pembangunan. Melalui Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR), pemerintah berkomitmen untuk mengucurkan dana APBN sebesar Rp. 21 trilliun untuk mendanai berbagai proyek pembangunan dalam kurun waktu 4 tahun. Selain pembangunan melalui dana APBN, komitmen dari berbagai LSM asing, negara donor dan lembaga kerjasama multilateral sebesar Rp. 24 triliun juga turut mewarnai pembangunan di Aceh.
Dengan total dana pembangunan sebesar kurang lebih Rp. 45 triliun yang harus dibelanjakan dalam tempo 4 tahun, terbayang betapa hiruk pikuk proses tender dari pengadaan barang dan jasa terjadi di Aceh saat ini. Jika berbagai fakta empiris telah membuktikan bahwa proses pengadaan barang dan jasa adalah ladang korupsi, maka dapat diasumsikan bahwa kondisi Aceh saat ini merupakan lahan yang sangat subur bagi berkembangnya praktek korupsi. KPK sebagai organisasi yang bertanggung jawab penuh dalam memberantas praktek korupsi di Indonesia menyadari hal tersebut.
Studi ini terutama bertujuan untuk :
- Mengidentifikasi penyimpangan pada tahapan proses pengadaan barang dan jasa di Aceh
- Mengidentifikasi pola hubungan dari pihak- pihak yang terlibat atau memiliki akses dalam proses pengadaan barang dan jasa bagi pemerintah dan BUMN, baik dari pihak user, provider maupun rentseeker
- Mengelompokkan jenis-jenis (modus) perilaku korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa di setiap tahapan dengan menentukan secara jelas kategori pelaku dari setiap perilaku korupsi yang berhasil diidentifikasikan
- Mengidentifikasi penyebab terjadinya perilaku korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa
- Merumuskan rekomendasi terutama bagi KPK baik normatif (pembentukan/perbaikan peraturan perundang-undangan) maupun berupa rencana tindak (action plan) yang berguna bagi proses pengawasan kegiatan pengadaan barang dan jasa khususnya di Aceh.