Pagelaran Seni dan Budaya Warnai Titik Nol Yogyakarta, Ribuan Warga Satukan Aksi Antikorupsi
Ribuan warga memadati jalur Malioboro hingga kawasan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret, Titik Nol Yogyakarta, pada Pagelaran Seni dan Budaya yang menjadi rangkaian menuju puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025. Di tengah udara Yogya yang teduh, aliran manusia bergerak pelan menyatu dengan irama musik, hentak tari, dan bunyi gamelan yang mengisi ruang-ruang publik kota.
Namun sebelum pertunjukan dimulai, seluruh area hening. Para pimpinan KPK, seniman, dan masyarakat berdiri bersama, menundukkan kepala. Doa dipanjatkan khusus untuk masyarakat di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang tengah tertimpa bencana alam. Dalam suasana yang penuh empati, Pagelaran Seni dan Budaya ini ditegaskan bukan sebagai perayaan, melainkan ruang kebersamaan, di mana seni menjadi medium penguatan nilai, solidaritas, dan kejujuran.
Selama dua hari, 6–7 Desember 2025, area Titik Nol Yogyakarta menjadi panggung terbuka bagi ekspresi budaya dari berbagai komunitas. Pertunjukan pembuka menghadirkan sendratari Amurbo Cahyaningrat dari Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, membawa narasi tentang negara yang kehilangan terang akibat ketamakan, hingga cahaya kejujuran kembali memulihkan tatanan.
Rangkaian berikutnya diisi Dagelan Mataraman “Ubet Kesrimpet” dari Pemerintah Kabupaten Sleman, yang memadukan satire dan pesan moral. Di panggung musik, Bidadari Band memberikan warna pop yang enerjik, sementara kelompok sandiwara Sedhut Senut dan komunitas Hip Hop Jumat Gombrong menambah dinamika penampilan yang dekat dengan keseharian warga.
Karnaval Budaya dari Gedung DPRD DI Yogyakarta menuju Titik Nol menjadi salah satu momentum paling menarik. Berbagai komunitas berparade, mulai dari Sanggar Seni Kinanti Sekar, Jumat Gombrong, ABDW Art Project, Krosspit x Wayahe Wong Mumet Tampil, Paguyuban Paseduluran Malioboro, Forum Komunikasi Jathilan Bantul, hingga Komunitas Becak dan Mobil Listrik, serta Bregodo Suryatmaja dan Bregodo Segoro Amarto. Tim PAKSI dan Drumband Gita Dirgantara Taruna AAU turut mewarnai perjalanan karnaval sepanjang koridor budaya Yogyakarta.
Di tengah rangkaian acara sore hari, Pagelaran Seni dan Budaya mencapai salah satu momen paling simbolik: Prosesi Penyerahan Sapu Emas. Prosesi diawali tari Sigrak Reresikan karya Kinanti Sekar Rahina, sebuah tarian yang menggambarkan pembersihan demi terciptanya tatanan hidup yang selaras dan jernih.
Usai para penari berhenti dan bersiap di panggung, dilakukan penyerahan Sapu Emas kepada Ketua KPK, Setyo Budiyanto, didampingi Wakil Ketua KPK, Agus Joko Pramono dan Ibnu Basuki Widodo, serta Sekretaris Daerah DI Yogyakarta, Ni Made Dwipanti Indrayanti. Sapu Emas menjadi perlambang kehendak kolektif membersihkan praktik korupsi, dimulai dari nilai-nilai paling mendasar: kejujuran, keberanian, dan tanggung jawab.
Setelah menerima simbol tersebut, Ibnu Basuki Widodo membacakan sebuah secuplik pesan tentang urgensi menyatukan langkah melawan korupsi.
“Rakyat yang tahu bahwa seberapa pun majunya ekonomi, seberapa pun majunya teknologi, seberapa pun makmurnya rakyat negeri, akan hancur berkeping-keping, jika korupsi menguasai negeri. Sebab sekali berhenti melawan korupsi, kita mati. Sekali lengah melawan korupsi, kita kalah. Satukan aksi, berantas korupsi,” tegas Ibnu.
Pada sesi malam, acara kembali dibuka dengan teaterikal dari DIPTADHARMAKSHETRA KPK yang membawa pesan moral mengenai integritas. Tayangan film "Hanya Printer", finalis Anti-Corruption Film Festival (ACFFest) 2024 kategori rematch ide cerita, menjadi pengingat bahwa nilai kejujuran dapat lahir dari situasi sehari-hari yang tampak sederhana.
Sesi talkshow Nada Wicara, dimoderatori Chrystelina GS, mempertemukan sejumlah narasumber termasuk musisi Noe Letto yang berbagi refleksi tentang kesederhanaan dan integritas.
Di penghujung acara, suara Noe Letto mengalun di tengah kerumunan warga yang bertahan sejak siang. Tanpa kemegahan berlebih, musik menjadi penutup yang hangat, mengajak masyarakat menjaga kejujuran sebagai denyut nadi kehidupan bersama.
Pagelaran Seni dan Budaya ini merupakan bagian dari perjalanan menuju puncak Hakordia 2025, dengan tema "Satukan Aksi, Basmi Korupsi". Melalui seni, budaya, dan ruang publik, KPK bersama pemerintah daerah, komunitas, dan masyarakat berusaha membangun ingatan kolektif bahwa pemberantasan korupsi bukan sekadar kerja institusi, melainkan gerak bersama.
Di tengah duka yang sedang dirasakan saudara-saudara di Sumatera, acara ini menjadi ruang solidaritas, bahwa nilai integritas dan empati harus berjalan beriringan. Seni bukan hiburan belaka, melainkan cara masyarakat mengingat, merawat, dan memperjuangkan harapan.